
(Vibizmedia-Nasional) Sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri hilir kelapa untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan kemandirian ekonomi masyarakat. Melalui kebijakan hilirisasi, pemerintah mendorong peningkatan nilai tambah komoditas kelapa agar tak lagi hanya menjadi bahan mentah ekspor, tetapi juga sumber kesejahteraan bagi petani di seluruh Tanah Air.
Selama ini, sebagian besar hasil kelapa Indonesia diekspor dalam bentuk kopra dan kelapa utuh. Padahal, setiap bagian kelapa memiliki potensi ekonomi besar—mulai dari minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), tepung kelapa, gula semut, arang tempurung, hingga serat sabut yang bernilai tinggi di pasar global.
Kementerian Pertanian mencatat, hilirisasi kelapa mampu meningkatkan nilai tambah hingga lima kali lipat dibandingkan penjualan bahan mentah. Upaya ini juga menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat ekonomi pedesaan, dan menjaga stabilitas pasokan bahan pangan nasional.
“Kelapa adalah sumber daya strategis yang bisa menopang pangan dan energi. Dengan hilirisasi yang terarah, produk olahan kelapa dapat memenuhi kebutuhan domestik sekaligus memperkuat ekspor,” ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, di Halmahera Utara, Minggu (27/10/2025).
Di sebuah desa pesisir di Halmahera, suara “thok-thok” terdengar dari halaman rumah-rumah penduduk—tempurung kelapa dibelah, dagingnya diparut, lalu diperas menjadi minyak kelapa murni (VCO).
“Dulu kami hanya jual kelapa bulat. Sekarang sudah bisa bikin minyak sendiri,” ujar Fatma, ibu dua anak yang kini mengelola kelompok usaha kecil pengolah kelapa. “Nilainya jauh lebih tinggi, dan kami pakai juga untuk masak. Tidak perlu beli minyak dari luar.”
Kisah Fatma menggambarkan bagaimana hilirisasi kelapa mampu mengubah wajah ekonomi desa: dari penjual bahan mentah menjadi produsen bernilai tambah.
“Hilirisasi bukan hanya soal industri besar. Ini tentang memberdayakan petani agar menikmati hasil dari jerih payahnya,” ujar Mentan Amran.
Dalam kunjungan kerja di Kabupaten Halmahera Utara, Mentan Amran mengumumkan program pengembangan 10 ribu hektare lahan kelapa baru di Maluku Utara mulai 2026, sebagai bagian dari strategi nasional memperkuat hilirisasi berbasis daerah.
Ia menegaskan, hilirisasi tidak akan bermakna bila petani tidak menikmati nilai tambah yang adil.
“Harga kelapa butir di petani sekarang dua sampai tiga ribu rupiah. Kita minta pelaku industri menaikkan harga beli supaya petani untung. Jangan nilai tambah hanya berhenti di pabrik,” kata Amran.
Amran mencontohkan, produk olahan kelapa asal Maluku Utara kini telah menembus pasar Tiongkok, berupa coconut milk, minyak kelapa murni (VCO), dan arang tempurung produksi PT NICO.
“Ini tonggak sejarah. Kita tidak lagi kirim bahan mentah, tapi produk jadi dari daerah,” ujarnya.
Menurut Amran, nilai ekonomi kelapa bisa naik hingga 1.000 persen bila diolah. “Kelapa butir hanya tiga ribu rupiah, tapi kalau jadi coconut milk nilainya bisa 40-50 ribu per butir. Inilah arti hilirisasi dan harga petani yang adil,” tambahnya.
Selain memperluas pasar ekspor, keberadaan pabrik pengolahan seperti PT NICO dan PT Dewa Coco telah menyerap ribuan tenaga kerja lokal dan meningkatkan kesejahteraan petani di sekitar wilayah operasional.
“Perusahaan seperti ini harus dijaga. Mereka membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan menjadi motor hilirisasi di daerah,” ujar Mentan.
Mentan Amran mengungkapkan, potensi ekonomi sektor kelapa dapat mencapai Rp1.000 triliun per tahun jika hilirisasi dilakukan secara masif. Saat ini, nilai ekspor produk kelapa Indonesia sekitar Rp24 triliun per tahun.
“Kalau kita olah sampai jadi produk turunan, nilainya bisa naik 50 sampai 100 kali lipat. Ini visi besar Presiden Prabowo Subianto: agar petani tidak hanya menanam, tapi juga mengolah dan menjual produk bernilai tinggi,” ujar Amran.
Sebagai bentuk dukungan, Kementerian Pertanian menyiapkan bibit unggul, pupuk, serta tambahan anggaran Rp10 triliun untuk menyediakan bibit gratis bagi petani, termasuk di Maluku Utara.
Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda memberikan apresiasi kepada Mentan Amran atas capaian sektor pertanian nasional yang dinilai membawa perubahan nyata bagi petani.
“Dalam satu tahun kepemimpinan Bapak Amran, kita melihat bukti, bukan sekadar janji. Produksi meningkat, harga stabil, dan petani merasakan hasilnya,” kata Sherly.
Ia menegaskan, hilirisasi kelapa yang kini berkembang di Maluku Utara adalah bagian dari visi besar membangun pertanian bernilai tambah tinggi dan berbasis kesejahteraan rakyat.
“Hari ini kita tidak hanya menanam, tapi juga mengelola dan mengekspor. Semua berawal dari kerja nyata di lapangan,” ujarnya.
Sherly menambahkan, Pemerintah Provinsi Maluku Utara siap terus berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian dalam memperkuat rantai nilai kelapa. “Kami siap membangun pertanian yang tangguh, mandiri, dan menyejahterakan rakyat,” tegasnya.
Bagi masyarakat Halmahera dan Maluku Utara, hilirisasi kelapa bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga gerakan menuju kedaulatan pangan dan energi nasional. Dari satu pohon kelapa, lahir minyak, tepung, gula, arang, sabun, hingga bioetanol — seluruhnya menopang sistem pangan yang mandiri dan berkelanjutan.
Di akhir hari, Fatma menata botol-botol minyak hasil olahan kelompoknya sambil tersenyum.
“Dulu kami pikir kelapa hanya untuk kopra,” katanya. “Sekarang kami tahu, dari kelapa bisa lahir masa depan.”
Dari desa-desa kecil di Halmahera, hilirisasi kelapa menyalakan harapan baru: bahwa ketahanan pangan Indonesia dibangun dari akar rumput, dari tangan-tangan petani yang menjaga pohon kehidupan negeri ini.








