(Vibizmedia – Labuan Bajo) Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamen Ekraf) Irene Umar menekankan pentingnya penguatan kapasitas daerah sebagai fondasi terciptanya ekonomi restoratif dan berkelanjutan. Menurutnya, konsep ekonomi restoratif menjadi langkah nyata dalam membangun ekosistem daerah yang mandiri dan berdaya saing.
“Sejak awal, kami meyakini pembangunan harus berangkat dari daerah. Jika dimulai dari desa, hasilnya akan lebih kuat dan berkelanjutan. Indonesia terlalu luas untuk hanya berpusat di kota besar,” ujar Irene dalam kegiatan Belajar Silang Lintas Sektor untuk Ekonomi Restoratif, Pertanian Regeneratif, Ekonomi Kreatif, dan Inovasi Berbasis Desa serta Pemberdayaan Perempuan di Kampus Bambu Komodo, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Selasa (28/10/2025).
Kegiatan yang digagas Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) ini menjadi wadah kolaborasi lintas sektor dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045. Irene menambahkan, prinsip kemandirian juga harus diterapkan dalam pengelolaan energi dan sumber daya alam, dengan mendorong tiap daerah mengidentifikasi tiga potensi unggulan yang mencerminkan kekhasan lokal.
“Kemandirian pangan tidak harus berskala nasional. Itu dimulai dari rumah, desa, lalu kota hingga provinsi. Jika setiap daerah mampu mengenali dan mengembangkan potensinya, maka hal itu akan menjadi engine of growth baru bagi Indonesia,” jelasnya.
Dalam dialog bersama peserta, Irene juga menyoroti peran penting perempuan sebagai penggerak ekonomi komunitas. Ia menilai, perempuan memiliki peran strategis sebagai “CEO” dalam rumah tangga yang menjaga keseimbangan ekonomi dan sosial keluarga.
“Ibu rumah tangga adalah manajer sejati di setiap rumah. Penghargaan terhadap diri sendiri adalah langkah awal dari pemberdayaan,” ujarnya.
Selain itu, Wamen Ekraf menekankan pentingnya inovasi lokal dan story-nomics—ekonomi berbasis narasi—agar produk kreatif Indonesia mampu bersaing di pasar global. Ia mengajak seluruh peserta untuk menjadikan Kampus Bambu sebagai ruang dialog dan kolaborasi lintas sektor.
“Kita harus mampu menceritakan kisah kita sendiri. Cerita lahir dari rasa menghargai diri dan lingkungan. Inilah kunci agar produk lokal memiliki jiwa dan daya tarik,” tutur Irene.
Menurutnya, kegiatan ini bukan sekadar tentang produk bambu, melainkan tentang membangun kepercayaan, kolaborasi, dan empati terhadap kebutuhan masyarakat di lapangan. “Tanpa memahami akar masalah, solusi tidak akan lahir. Mari kita terbuka, berkolaborasi, dan bergerak bersama,” imbuhnya.
Kegiatan ini menjadi wujud nyata kontribusi sektor ekonomi kreatif dalam memperkuat ekosistem nasional yang mandiri dan inklusif—selaras dengan semangat Asta Cita Ekraf, yang mendorong penciptaan lapangan kerja berkualitas dan penguatan ekonomi berbasis potensi lokal.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut sejumlah pejabat lintas kementerian, kepala daerah, pelaku usaha, akademisi, serta mitra internasional yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif dan restoratif di Indonesia.









