BNPB Paparkan Turunnya Korban dan Kerugian Bencana hingga 90 Persen di Lemhannas RI

0
66
BNPB
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M., menjadi penceramah pada kegiatan Program Pendidikan Singkat Nasional (P3N) Angkatan XXVI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, yang berlangsung di Auditorium Gadjah Mada, Jl. Medan Merdeka Selatan No. 10, Jakarta Pusat, pada Jumat, 31 Oktober 2025. FOTO: BNPB

(Vibizmedia-Nasional) Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Dr. Suharyanto, S.Sos., M.M. menjadi penceramah dalam kegiatan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XXVI Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Jumat (31/10/2025), yang berlangsung di Auditorium Gadjah Mada, Jakarta Pusat.

Dalam paparannya berjudul “Konsep Penanggulangan Bencana Alam dalam Mendukung Keamanan Nasional yang Kokoh”, Suharyanto menegaskan bahwa Indonesia termasuk salah satu dari 35 negara dengan tingkat risiko bencana tertinggi di dunia. Letak geografis dan kondisi geologis menjadikan sebagian besar wilayah Indonesia rawan terhadap berbagai jenis bencana, mulai dari hidrometeorologi hingga geologi dan nonalam.

Kepala BNPB memaparkan bahwa berdasarkan data periode 2021–2025, terjadi penurunan signifikan jumlah korban jiwa hingga 93,49 persen dan kerugian ekonomi turun 79,76 persen dibandingkan periode sebelumnya. Capaian ini menunjukkan adanya peningkatan efektivitas strategi nasional penanggulangan bencana, baik dari sisi kesiapsiagaan, mitigasi, maupun respons cepat pemerintah dan masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Suharyanto menjelaskan sejumlah langkah strategis untuk memperkuat ketahanan nasional melalui pengelolaan risiko bencana, antara lain:

Program Desa Tangguh Bencana (Destana) untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di tingkat akar rumput. Pembangunan sistem peringatan dini multi-bahaya (Multi-Hazard Early Warning System/MHEWS) agar peringatan bencana lebih cepat dan terintegrasi.

Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang digunakan untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan.

Selain itu, penguatan sinergi antarinstansi, peningkatan kapasitas pemerintah daerah, serta kolaborasi internasional menjadi bagian penting dari upaya membangun resiliensi nasional terhadap ancaman bencana.

Dalam sesi diskusi, Kepala BNPB juga menyoroti sejumlah pengalaman penting dari penanganan bencana besar di Indonesia, seperti Tsunami Aceh 2004, erupsi Gunung Semeru 2021, banjir lahar Gunung Marapi 2024, dan erupsi Gunung Lewotobi 2025.
Menurutnya, pembelajaran dari setiap kejadian menjadi dasar untuk memperkuat mitigasi struktural dan nonstruktural, termasuk penataan ruang berbasis risiko bencana agar dampak bencana dapat ditekan seminimal mungkin di masa mendatang.

Acara tersebut turut dihadiri oleh Sekretaris Utama BNPB, Prof. Dr. Dra. Ivan Elisabeth Purba, S.H., M.Kes., Kapusdatinkom BNPB, serta sejumlah tenaga ahli dan pejabat tinggi BNPB.

Suharyanto mengajak seluruh elemen bangsa untuk memperkuat budaya sadar bencana sebagai bagian dari ketahanan nasional.

“Ketangguhan dalam menghadapi bencana bukan hanya tentang kesiapan teknis, tetapi juga tentang mental, solidaritas, dan kepemimpinan yang kokoh di setiap lapisan masyarakat,” ujarnya.