Kemenperin Finalisasi Usulan Insentif Otomotif untuk Masuk Paket Kebijakan Fiskal 2026

0
55
Industri Otomotif
Ilustrasi industri otomotif Indonesia. FOTO: KEMENPERIN

(Vibizmedia-Nasional) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah memfinalkan usulan kebijakan insentif bagi sektor otomotif yang akan diajukan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bagian dari paket kebijakan fiskal tahun 2026. Kebijakan ini dipersiapkan untuk mempercepat pemulihan industri otomotif nasional yang saat ini menghadapi tekanan daya beli dan dinamika pasar global.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pentingnya langkah tersebut mengingat besarnya peran industri otomotif terhadap perekonomian nasional. “Sektor otomotif terlalu penting untuk diabaikan. Multiplier effect-nya sangat tinggi dan penyerapan tenaga kerjanya besar. Karena itu kami mengusulkan insentif bagi sektor ini, hampir mirip dengan skema insentif saat Covid-19 dulu,” ujarnya di Jakarta, Kamis (13/11).

Menurut Menperin, saat ini Kemenperin tengah merumuskan desain insentif yang tepat sasaran baik dari sisi permintaan (demand side) maupun sisi produksi dan investasi (supply side). Skema usulan tersebut akan menjadi bahan pembahasan dengan Menko Perekonomian sebelum diajukan secara resmi sebagai bagian dari kebijakan fiskal tahun 2026.

“Kami sedang menggodok kebijakan insentif dan stimulus untuk sektor otomotif yang akan kami ajukan dalam kebijakan fiskal 2026,” jelasnya.
n bahwa salah satu tujuan utama insentif ini adalah melindungi tenaga kerja dari potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) serta membuka kesempatan kerja baru. Ia berharap sektor otomotif mendapat perhatian khusus dalam kebijakan fiskal tahun depan.

“Melalui kebijakan fiskal 2026, kami ingin sektor otomotif tumbuh lebih cepat dan memberikan kontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional,” katanya.

Kemenperin mencatat bahwa investasi pada industri otomotif telah mencapai sekitar Rp174 triliun, dengan penyerapan hampir 100 ribu tenaga kerja langsung. Selain itu, jutaan pekerja lainnya terlibat di sepanjang rantai pasok, mulai dari industri komponen, logistik, hingga jaringan penjualan.

“Jika sektor ini terganggu, dampaknya berantai ke banyak industri lain dan jutaan pekerja. Karena itu intervensi melalui insentif menjadi sangat diperlukan,” tegas Agus.

Perumusan insentif 2026 juga mempertimbangkan transisi menuju kendaraan rendah emisi dan pengembangan kendaraan listrik (EV). Saat ini, insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk kendaraan listrik berlaku hingga 2025.

Agus menyampaikan bahwa rencana insentif 2026 akan diselaraskan dengan pengembangan ekosistem kendaraan listrik, termasuk kemungkinan penyempurnaan program bantuan pembelian motor listrik.

Kemenperin terus menjalin komunikasi dengan pelaku industri, asosiasi seperti GAIKINDO, serta kementerian terkait guna mematangkan desain insentif tersebut.

“Tujuan akhirnya adalah menjaga daya saing, memperkuat rantai pasok otomotif dalam negeri, dan memastikan sektor ini tetap menjadi motor pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,” kata Agus Gumiwang.