Surplus Besar, Pemerintah Tegas Hentikan Upaya Impor Beras Ilegal di Aceh

0
125
Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman mengecek ketersediaan pangan di Banda Aceh, Minggu (23/11/2025). (Foto: Kementan)

(Vibizmedia – Aceh) Menteri Pertanian sekaligus Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa Provinsi Aceh berada dalam kondisi surplus beras yang sangat besar. Karena itu, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk melakukan impor beras, terlebih secara ilegal.

Pernyataan tersebut disampaikan menyusul penyegelan 250 ton beras ilegal di Pelabuhan Sabang, Aceh, pada Minggu (23/11/2025). Amran menjelaskan bahwa sejak laporan diterima, ia langsung berkoordinasi dengan Gubernur Aceh, karena seluruh data menunjukkan bahwa Aceh memiliki surplus yang sangat kuat.

Berdasarkan neraca pangan, ketersediaan beras Aceh mencapai 1,35 juta ton, dengan kebutuhan 667,7 ribu ton, sehingga menghasilkan surplus 871,4 ribu ton. Bahkan Sabang—meski memiliki keterbatasan lahan—tetap mencatat surplus 970 ton, dengan ketersediaan 5.911 ton dan kebutuhan 4.940 ton.

Dengan kondisi tersebut, Amran menilai bahwa upaya impor beras sama sekali tidak sejalan dengan logika pengelolaan pangan. Ia segera menghubungi Kapolda Aceh, Kabareskrim Polri, Pangdam Iskandar Muda, dan Menteri Perdagangan. Hasil verifikasi memastikan bahwa tidak ada izin impor yang diterbitkan pemerintah pusat. “Aceh itu surplus beras. Sabang juga surplus. Jadi tidak ada alasan logis untuk impor. Begitu laporan masuk, saya langsung minta aparat bergerak cepat,” tegasnya.

Amran menambahkan bahwa secara nasional, stok pangan Indonesia juga berada pada posisi terkuat. Produksi beras nasional berdasarkan data BPS diproyeksikan mencapai 34,7 juta ton, sementara stok Bulog sudah menembus 3,8 juta ton—angka tertinggi dalam sejarah.

Dalam situasi yang stabil ini, Amran menilai bahwa upaya memasukkan beras ilegal tidak didorong oleh kebutuhan, melainkan merupakan pelanggaran yang merugikan petani dan berpotensi mengganggu stabilitas pangan. “Jangan impor ketika produksi dalam negeri melimpah dan petani baru memulai masa tanam. Itu menyakiti petani. Negara wajib hadir melindungi mereka,” ujarnya.

Ia juga mengungkap adanya kejanggalan dalam proses permohonan impor. Risalah rapat koordinasi pada 14 November menyatakan permohonan impor telah ditolak, namun justru izin dari negara asal lebih dulu terbit—mengindikasikan adanya prosedur yang tidak semestinya.

Pemerintah kini menelusuri kemungkinan kejadian serupa di wilayah lain, termasuk Batam. Amran menegaskan bahwa seluruh bentuk penyelundupan pangan akan ditindak tegas tanpa kompromi demi melindungi petani, menjaga stabilitas harga, dan memastikan Indonesia tetap berada di jalur menuju swasembada. “Ini peringatan keras. Jangan coba-coba memasukkan beras ilegal. Kita sedang menuju swasembada dan tidak boleh diganggu,” tegasnya.