Kinerja Industri Anjlok, Kemenperin Serukan Kebijakan Insentif Otomotif

0
61
Foto: Kemenperin

(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian menilai industri otomotif nasional saat ini membutuhkan insentif untuk memperkuat ekosistem dari hulu hingga hilir. Kebijakan tersebut dinilai penting untuk menjaga tingkat utilisasi pabrik, melindungi investasi dan tenaga kerja dari risiko PHK, serta meningkatkan daya saing produk otomotif dalam negeri.

Meski penjualan kendaraan listrik (EV) mengalami lonjakan signifikan pada Oktober–Januari 2025, sebagian besar pertumbuhan tersebut berasal dari produk impor. Dari total penjualan EV tahun 2025 sebanyak 69.146 unit, sekitar 73% merupakan kendaraan impor, sehingga nilai tambah dan serapan tenaga kerjanya tidak dinikmati di dalam negeri. Sementara itu, penjualan segmen kendaraan non-EV yang diproduksi lokal—yang menjadi penopang utama industri otomotif nasional—terus merosot dan berada jauh di bawah kapasitas produksi tahunan.

“Tidak tepat jika menilai industri otomotif sedang kuat hanya berdasarkan pertumbuhan satu segmen pasar. Penurunan drastis penjualan kendaraan roda empat dalam negeri berbanding terbalik dengan kenaikan tajam penjualan EV impor. Ini adalah indikator objektif kondisi industri otomotif saat ini,” tegas Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, Minggu (30/11/2025).

Ia juga mengingatkan bahwa banyaknya pameran otomotif tidak dapat dijadikan tolok ukur kekuatan industri. Menurutnya, banyak pameran justru mencerminkan upaya industri mempertahankan permintaan di tengah melemahnya pasar domestik.

Data Gaikindo menunjukkan penurunan penjualan yang signifikan. Sepanjang Januari–Oktober 2025, penjualan mobil wholesales tercatat 634.844 unit atau turun 10,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Penjualan retail pun turun 9,6% menjadi 660.659 unit. Kemenperin menegaskan bahwa insentif menjadi instrumen penting untuk memulihkan pasar sekaligus menjaga keberlanjutan industri.

Febri menambahkan, insentif otomotif tidak hanya memberikan ruang penurunan harga dan memperbaiki sentimen pasar, tetapi juga menjaga daya beli konsumen, terutama kelas menengah dan pembeli mobil pertama. Usulan Kemenperin diproyeksikan menyasar segmen menengah-bawah dan disesuaikan dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

Data Ditjen ILMATE menunjukkan penjualan wholesales Januari–Oktober 2025 mencapai 635.844 unit, turun 10,6% dari tahun sebelumnya. Produksi kendaraan juga menurun menjadi 957.293 unit. Penurunan terdalam terjadi pada segmen yang menjadi tulang punggung produksi nasional—entry level, low segment, dan kendaraan komersial—masing-masing turun hingga 40%, 36%, dan 23%.

Menurut Febri, pelemahan serentak di berbagai segmen berpotensi menekan utilisasi pabrik, menurunkan investasi, serta mengancam keberlangsungan industri komponen. Tanpa intervensi kebijakan, kondisi ini berisiko memperburuk struktur industri.

Dukungan dari Komunitas Otomotif

Rencana insentif ini mendapat dukungan dari berbagai komunitas otomotif. Founder X-MOC, Sonny Eka Putra, menilai insentif perlu diarahkan kepada segmen menengah ke bawah agar tepat sasaran. Ia mencontohkan bahwa kendaraan hybrid—yang umumnya lebih mahal—lebih wajar jika tidak menerima insentif.

Ketua Dewan Pengawas Calsic, Ryan Cayo, menegaskan bahwa insentif bukan sekadar “diskon” bagi industri, tetapi stimulus untuk menjaga daya beli dan memastikan ekosistem otomotif tetap bergerak. Kebijakan yang tidak konsisten, menurutnya, justru menimbulkan keraguan baik bagi pelaku industri maupun konsumen.

Hal tersebut juga dirasakan di pasar mobil bekas. Pemilik Indigo Auto, Yudy Budiman, menyebutkan bahwa ketidakpastian insentif membuat banyak konsumen menunda pembelian, sehingga terjadi penurunan transaksi sekitar 10–20%.