QRIS dan AI Jadi Motor Inklusi Keuangan, Pemerintah Perkuat Infrastruktur Digital

0
60
Foto: Kemenko Ekon

(Vibizmedia – Bali) Indonesia terus memperkuat komitmennya terhadap transformasi digital, penguatan fundamental ekonomi, serta kerja sama internasional, termasuk melalui proses aksesi ke Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Saat ini, sebagian besar regulasi nasional telah selaras dengan berbagai standar yang diterapkan OECD.

Di tengah percepatan transformasi digital nasional, berbagai panduan OECD—khususnya terkait keuangan digital dan Artificial Intelligence (AI)—menjadi rujukan penting. Ekonomi digital Indonesia sendiri tumbuh pesat, dengan nilai Gross Merchandise Value (GMV) diproyeksikan mendekati USD100 miliar pada 2025, terutama didorong sektor e-commerce. Nilai transaksi pembayaran digital juga naik 27% menjadi USD538 miliar pada 2025, dan diprediksi menembus USD1 triliun pada 2030.

“Di tingkat regional, Indonesia terus mendorong integrasi digital melalui ASEAN DEFA, yang diperkirakan menghasilkan ekonomi digital senilai USD2 triliun pada 2030. Negosiasinya telah menunjukkan kemajuan signifikan dan ditargetkan rampung awal 2026 saat Filipina menjadi Ketua ASEAN, dengan penandatanganan resmi pada akhir tahun,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  Airlangga Hartarto dalam keynote speech pada acara OECD Asia Roundtable on Digital Finance 2025, yang digelar secara virtual dari Bali, Senin (1/12).

Ia juga menambahkan bahwa Indonesia telah menyelesaikan ketentuan perdagangan digital dalam IEU-CEPA, yang akan membuka peluang peningkatan daya saing dan penyerapan tenaga kerja.

Perkembangan positif juga tampak pada implementasi QRIS, yang terus memperluas inklusi digital. Pada tahun ini, transaksi QRIS tumbuh 148% (yoy) dan kini digunakan oleh 39 juta merchant serta 58 juta pengguna. Dengan arah kebijakan yang jelas dan kemampuan teknologi yang terus meningkat, Indonesia menargetkan terciptanya ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang lebih kokoh, inklusif, dan kompetitif.

Dalam kesempatan tersebut, Menko Airlangga juga menyambut kehadiran para peserta forum serta mengapresiasi peluncuran laporan “Regulation of AI in Finance in Asia” oleh OECD. Ia berharap forum tersebut dapat memperkuat kolaborasi global dan regional dalam sektor keuangan digital dan AI, sekaligus mendukung agenda strategis OECD.

Untuk membangun ekosistem AI yang kuat, Indonesia mengembangkan empat pilar utama (4C):

1. Connectivity – memperluas jaringan serat optik dan infrastruktur digital canggih.
2. Computing Capacity – mendorong investasi dan insentif bagi pusat data domestik.
3. Context – mengembangkan AI yang sesuai kebutuhan lokal, termasuk proyek seperti Sahabat-AI.
4. Competence – menutup kesenjangan talenta digital melalui program pelatihan dan kemitraan global.

Pertumbuhan pendapatan aplikasi berbasis AI juga tercatat solid, sementara investasi swasta di sektor AI mencapai **USD91 juta** antara akhir 2024 hingga pertengahan 2025. Optimisme publik pun cukup tinggi, dengan **56% pekerja** meyakini bahwa AI akan meningkatkan produktivitas. Indonesia bahkan menempati peringkat **keempat** sebagai pasar AI dengan potensi terbesar di Asia.

“Selain itu, sektor keuangan harus terus berinovasi. Implementasi AI skala kecil dapat memperluas akses layanan perbankan digital, keuangan mikro, maupun perangkat pendukung pengambilan keputusan bagi pelaku UKM,” tutup Menko Airlangga.