Sri Mulyani Optimis Moda Raya Terpadu (MRT) Efisien

0
936
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. FOTO: SETKAB

(Vibizmedia – Nasional) Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meninjau proyek Moda Raya Terpadu (MRT) dari Stasiun Bundaran Hotel Indonesia hingga Stasiun Lebak Bulus, Kamis (7/3).  Perjalanan hanya memerlukan waktu 30 menit. “Ini betul-betul akan mentransformasikan Indonesia khususnya Jakarta akan menjadi modern,”kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang dilakukan pada hari yang sama di Jakarta.

Proses pembangunan MRT Jakarta yang dimulai tanggal 10 Oktober 2013 ini memiliki jalur yang membentang kurang lebih 110,8 km di dalam kota Jakarta. Jarak tersebut mencakup Koridor Selatan–Utara (Koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih 23,8 km dan Koridor Timur–Barat sepanjang kurang lebih 87 km.

Menkeu menilai MRT dapat memangkas waktu tempuh perjalanan secara signifikan sehingga dapat menekan inefisiensi dalam menempuh perjalanan masyarakat kota Jakarta. Selisih waktu tempuh dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih produktif seperti bekerja, mengembangkan potensi diri, atau berolah raga (work-life balance).

Selain hemat waktu, pembangunan MRT juga memberikan keuntungan lain seperti perpindahan penggunaan transportasi dari kendaraan pribadi ke transportasi public yang berdampak pada pengurangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM), mengurangi kemacetan, dan mengurangi polusi udara di Jakarta.

Dampak positif lainnya, pembangunan MRT juga  menyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia, seperti peningkatan tenaga kerja (baik selama pembangunan dan operasional MRT), pengembangan hunian terjangkau, serta pertumbuhan nilai properti dalam kawasan.

Saat ini, 99 persen persiapan di stasiun bawah tanah dan depo serta stasiun layang MRT sudah selesai. Setelah beroperasi, proyek senilai Rp16 triliun ini akan memiliki 16 rangkaian kereta dengan enam gerbong di setiap rangkaian perjalanan dan dapat menampung 1.200 hingga 1.800 orang per rangkaian.

Pendanaan Proyek MRT Fase I dan II berasal dari 49% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (on-granting) dan 51% APBD Pemerintah Provinsi DKI (on-lending). Meskipun terlihat besar, jika dibandingkan dengan jumlah BBM yang harus dihabiskan dengan kendaraan pribadi, pembangunan MRT diyakini dapat menekan inefisiensi. Feasibility study yang sudah ada sejak tahun 1990 hanya fokus pada soal finansial khususnya untung-rugi, sehingga membuat proyek ini tidak dapat terealisasi selama 30 tahun.

Menurut INRIX Global Traffic Scorecard, pada tahun 2017 Jakarta menempati ranking 12 kota termacet di dunia, naik dari posisi 22 pada tahun 2016. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, kemacetan ini telah menimbulkan kerugian 5 miliar dollar AS setara dengan Rp67,5 triliun per tahun. MRT akan menambah pilihan moda transportasi massal yang sudah ada, yaitu KRL dengan kapasitas 1,2 juta orang per hari dan Busway dengan kapasitas 1 juta orang per hari. Hal ini akan menjadi solusi penting dalam menangani kemacetan lalu lintas di Jakarta.

Emy T/Journalist/ VM
Editor : Emy Trimahanani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here