Target 5 Juta Pengguna Transportasi Umum per Hari di Jabodetabek

0
217
Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda (Dirjen ITM) Risal Wasal saat menyampaikan paparan teknis dalam acara press background Integrasi Transportasi Sektor Darat dan Perkeretaapian di Jakarta, Kamis (31/7/2025). (Foto: Kemenhub)

(Vibizmedia – Jakarta) Pemerintah mempercepat pengembangan sistem integrasi transportasi publik di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek) untuk menekan tingkat kemacetan yang saat ini mencapai 30 persen. Strategi utamanya adalah mendorong peralihan (mode shifting) dari kendaraan pribadi ke transportasi umum multimoda.

Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda (ITM) Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, mengungkapkan bahwa pergerakan masyarakat di Jabodetabek mencapai 65–70 juta perjalanan per hari, namun baru sekitar 2,5 juta yang menggunakan transportasi umum.

“Untuk menurunkan kemacetan hingga 10 persen, kita memerlukan tambahan sedikitnya dua juta pengguna baru. Targetnya adalah 4,5 hingga 5 juta pengguna transportasi umum per hari,” jelas Risal di Jakarta, Kamis (31/7/2025).

Keberhasilan migrasi ini, lanjutnya, bergantung pada penyediaan layanan transportasi yang lengkap, nyaman, aman, dan terintegrasi. Pemerintah tengah memetakan ulang jaringan transportasi massal, menetapkan titik hub, spoke, dan feeder agar konektivitas antar moda seperti LRT, MRT, KRL, dan Transjakarta lebih efisien.

“Kami tidak bicara shifting tanpa data. Semua perencanaan berbasis pada peta pergerakan dan kepadatan agar sistem yang dibangun benar-benar sesuai kebutuhan pengguna,” tegasnya.

Peningkatan kapasitas angkutan massal juga menjadi fokus. PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) ditargetkan melayani hingga 2 juta penumpang per hari, sementara LRT Jabodebek dan MRT Jakarta akan menambah rangkaian kereta untuk mengangkut ratusan ribu penumpang tambahan setiap harinya.

Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah dalam Asta Cita poin keempat dan kelima, yaitu memperkuat konektivitas antarwilayah serta membangun kota yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan.

“Jika ketergantungan pada kendaraan pribadi berkurang, kemacetan menurun, dan kualitas udara otomatis membaik,” ujar Risal. Saat ini, indeks kualitas udara Jakarta masih di bawah Hanoi, meskipun Indonesia memiliki wilayah yang lebih luas.

Risal menegaskan bahwa keberhasilan program ini memerlukan kolaborasi seluruh pihak, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga operator transportasi, demi membangun ekosistem transportasi publik yang andal dan ramah lingkungan.