Buang Uang, Untuk Gaya Selangit… Inilah Komunitas La Sape di Kongo

0
964
Para pengikut La Sape, sangat trendy dengan busananya (Foto: Instagram Akinfaminu)

(Vibizmedia – Gaya Hidup) Tahukah Anda akan satu komunitas unik yang ada di Afrika Tengah, lebih tepatnya di Kongo. Komunitas yang disebut La Sape ini sudah menjadi kelompok yang dianggap paling eksentrik dan sering mencuri perhatian banyak orang.  Bahkan mencuri perhatian  masyarakat dunia.

Siapa saja yang ada di komunitas ini? Komunitas ini berisi orang-orang dari kalangan masyarakat yang tidak mampu namun keistimewaannya adalah mereka mengenakan gaya busana orang kaya bahkan mengikuti fesyen gaya Barat.

Tidak dipungkiri, mereka rela mengeluarkan uangnya demi mendapatkan hasil rancangan dari para desainer. Padahal profesi anggota komunitas Le Sape ini mayoritas adalah buruh, petani, tukang kayu, supir taksi dan setara itu.

Arti dari Le Sape ini adalah singkatan dari Societe des ambianceurs et des pernonnes elegantes atau artinya dalam bahasa Inggrisnya adalah Society of Atmosphere-setters and Elegant People.

Dan asal-usul La Sape ini muncul pada awal abad ke-20 disaat masa penjajahan Belgia-Prancis dimana para budak Kongo ini bekerja supaya mendapatkan pakaian bekas untuk mereka.

Sehingga inilah yang terjadi.  ketika di luar dari jam kerja mereka, maka para kaum pria di Kongo ini mulai berpakaian seperti para “pria Prancis” yang gaya hidupnya terlihat fashionable. Ciri khasnya adalah  model pakaian yang penuh dengan warna-warni, misalkan memakai sepatu mewah, kaca mata hitam, tongkat bahkan aksesoris lainnya seperti topi dan barang lainnya.

Dengan mengenakan pakaian yang fahionable ini membuat mereka merasa lebih keren dan seperti ada energi baru yang membuat suasana hati menjadi gembira. Sehingga orang-orang ini disebut sapeurs (atau sapeuses bagi seorang perempuan).

Karena pada jaman itu, para Le Sape ini adalah bentuk dari ekspresi sosial dari orang-orang yang pernah dijajah pada waktu itu. Sehingga orang-orang ini yang disebut Sapeurs menggunakan gerakan ini sebagai pelarian dari kesengsaraan yang mereka hadapi, sehingga ini menjadi inspirasi bagi perkumpulan ini.

Akan tetapi, media Al Jazeera ini menginfokan bahwa komunitas LA Sape ini adalah munculnya ideologi dari gerakan tentang menjadi bahagia dan menjadi elegan meskipun kondisinya hidup dalam kekurangan.

Tetapi justru LA Sape ini terbentuk menjadi lebih dari sekedar sebuah subkultur. Dan ini sudah menjadi bagian penting dari budaya negara Kongo. Dan kelompok ini sangat dihormati oleh para politisi dan musisi yang ada di negara ini.

Dan inilah perkataan dari salah satu pengikut gerakkan La Sape,“Bagi saya, La Sape ini tidak hanya sekedar tentang kebersihan: Tapi merasa nyaman dengan setelan Ozwald Boateng saya, jadi saya memakainya.” Ozwald Boateng adalah desainer mode asal Inggris yang dikenal khususnya lewat karya tailoring pria (menswear tailoring).

Tetapi ada juga orang-orang Kongo yang meragukan tentang La Sape ini sehingga diidentifikasikan bahwa gerakan ini hanya sebagai obsesi – bahkan menjadi kecanduan yang tidak dapat dihentikan, meskipun itu dirasa salah.

Barang Asli Tentunya

Penulis buku Sapeurs Tariq Zaidi: yang bukunya berjudul, Ladies and Gentlemen of the Congo, seorang Sapeur akan bersedia menabung selama bertahun- tahun demi terkumpulnya uang sampai US$ 2.000 atau kisaran dalam Rupiah itu Rp 28 juta hanya untuk membeli sebuah jas yang trendi dan pastinya dari perancang atau desaines yang ternama, demi sebuah kepuasan berfesyen.

Harga mati, untuk para Sapeurs untuk memakai barang asli, mereka tidak mau memakai barang yang tidak asli. Meskipun penghasilan mereka sangat pas-pasan, tetapi demi untuk mencapai penampilan yang mereka idam-idamkan mereka akan menabung sedikit demi sedikit sampai uangnya cukup untuk membeli setelan jas impian mereka.

Mereka tidak merasa berat demi mencapai barang yang diinginkan. Dengan angka sekitar US$ 100 – 200 hanya untuk membeli kemeja daripada menabung untuk misalkan membeli rumah, mobil, sepeda motor, bahkan barang lainnya, seperti diulas dalam sebuah wawancara dengan media Vogue Scandinavia (Jumat, 17/2/2023).

Terlihat di sini bahwa yang menjadi prioritas mereka adalah bukan kestabilan ekonominya, tetapi lebih kepada penampilan yang trendi bahkan untuk menjadi trend-setter pada komunitasnya.

Seorang dengan busana trendy dan fashionable, salah satu kelompok La Sape