(Vibizmedia-Nasional) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mempercepat transformasi industri batik nasional melalui penerapan teknologi dan metode produksi yang lebih efisien serta ramah lingkungan. Salah satu inovasi terbaru yang dikembangkan adalah canting cap kertas, yang kini dipromosikan sebagai alternatif ekonomis dan kreatif bagi perajin menggantikan canting cap tembaga.
Inovasi ini dinilai lebih mudah dibuat, murah, serta memberi fleksibilitas besar bagi perajin dalam menciptakan motif-motif baru.
Pelatihan Gratis Canting Cap Kertas di Yogyakarta
Sebagai bagian dari akselerasi tersebut, Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan menggelar pelatihan gratis pembuatan canting cap kertas di Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti 100 peserta, dilaksanakan dalam dua gelombang pada 1–5 Desember 2025 dan 8–12 Desember 2025.
Materi pelatihan mencakup pengenalan teknologi canting cap kertas, perancangan motif, teknik produksi, hingga praktik langsung penggunaannya pada kain batik.
Menperin: Batik Harus Siap Bersaing Global
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa penguatan ekosistem industri batik membutuhkan inovasi teknologi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Indonesia memiliki warisan batik yang luar biasa. Industri batik harus bisa berdaya saing hingga kancah global, melalui inovasi yang dapat diakses seluruh pelaku industri, termasuk IKM dan perajin,” ujarnya, Minggu (7/12).
Agus menekankan bahwa modernisasi industri tidak hanya soal efisiensi produksi, tetapi juga tentang memperluas kreativitas, menekan biaya, serta memastikan keberlanjutan usaha.
Biaya Produksi Turun Hingga 80 Persen
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Emmy Suryandari, menyebut inovasi canting cap kertas sebagai terobosan penting menuju industri batik yang lebih efisien.
“Inovasi ini bukan hanya menghemat biaya produksi, tetapi juga memberi keleluasaan bagi perajin untuk menciptakan desain secara mandiri,” jelasnya.
Menurut Emmy, teknologi ini dapat menurunkan biaya produksi hingga 80 persen dan mampu diaplikasikan untuk membuat lebih dari 500 lembar kain batik. Masa pakainya memang lebih singkat dibanding versi tembaga, namun proses pembuatannya jauh lebih mudah dan fleksibel.
Antusiasme Peserta Tinggi
Plt. Kepala BBSPJIKB, Cahyadi, menyampaikan bahwa pelatihan ini menunjukkan sinergi kuat antar kementerian dalam memperkuat kapasitas SDM dan daya saing industri batik.
“Minat peserta sangat tinggi, pendaftar datang dari Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga berbagai provinsi di Sumatra dan Kalimantan,” ujarnya.
Kuota awal 50 peserta terpaksa ditambah menjadi 100 orang karena tingginya permintaan.
Pada pembukaan kegiatan, Direktur Bina SDM, Lembaga dan Pranata Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Irini Dewi Wanti, mengapresiasi BBSPJIKB, Dinas Kebudayaan DIY, para instruktur, serta peserta.
“Program ini penting untuk menjaga keberlanjutan batik sebagai warisan budaya tak benda dunia,” katanya.
Perkuat Sertifikasi dan Kapasitas Industri
Ketua Tim Pelayanan Jasa Industri Promosi Data dan Informasi BBSPJIKB, Aan Eddy Antana, menambahkan bahwa tingginya minat pelatihan mencerminkan kebutuhan nyata pelaku industri akan teknologi ekonomis dan sesuai perkembangan pasar.
Ke depan, Kemenperin melalui BBSPJIKB akan terus memperluas program peningkatan kapasitas industri batik, termasuk pelatihan serta sertifikasi kompetensi pembatik dan produk batik.
Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri batik nasional, memperkuat keberlanjutannya, serta menjaga relevansinya di tengah dinamika kebutuhan pasar global.









