
(Vibizmedia-Nasional) Industri elektronik dalam negeri terus dipacu Kementerian Perindustrian agar mampu memperluas pasar ekspor termasuk ke negara-negara nontradisional. Ini adalah langkah strategi yang diambil sejalan dengan tekad pemerintah segera memperbaiki defisit neracara perdagangan. Agar mampu memperkuat struktur perekonomian nasional.
Dalam acara pelepasan ekspor perdana produk AC PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) ke Nigeria di Jakarta, Rabu (19/2), Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, R. Janu Suryanto menyampaikan bahwa kegiatan ekspor diyakini akan membawa dampak positif bagi perekonomian negara dan itu sebabnya perlu upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas di sektor industri.

Ia melanjutkan bahwa selaku pembina industri Kemenperin memberikan apresiasi kepada PT PMI yang telah merealisasikan komitmennya memperluas pasar ekspor dan terus menambah negara tujuan baru pengapalannya, terutama terhadap produk AC. Hal ini membuktikan bahwa produksi industri Tanah Air sudah mampu berkompetisi di kancah internasional.
Dengan berkembangnya bisnis AC yang dapat bersaing di pasar global dan mampu masuk ke pasar nontradisional merupakan bukti komitmen PT PMI hendak menjadikan Indonesia sebagai basis produksi AC di kawasan ASEAN.
Pada tahun lalu PT PMI telah berhasil merelokasi produksi AC tipe 2 PK dan 2,5 PK dari Malaysia. Sementara produk yang diekspor ke Nigeria adalah jenis 1 PK hingga 1,5 PK dan 2 PK yang berbasis refrigeran R32.
“Pemerintah meminta perusahaan yang mempunyai nilai impor tinggi, segera melokalisasi pabriknya di Indonesia, tidak impor dalam kondisi utuh,” tegas Janu. Pemerintah juga sedang menarik investasi khususnya sektor industri penghasil produk substitusi impor.
Direktur PT PMI Daniel Suhardiman mengatakan, Panasonic Gobel akan terus menjalankan misi untuk berkontribusi bagi Indonesia, yang dilakukan dengan pengembangan usaha di dalam negeri melalui peningkatan produksi dan penjualan produk-produknya. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas serta secara aktif melakukan ekspansi pasar ekspor.
Daniel melanjutkan bahwa ekspor AC ke Nigeria ini menjadi suatu kabar yang membanggakan, bukan saja menambah devisa negara tapi produk AC yang diekspor menggunakan merek Panasonic dan tercantum buatan Indonesia. Ekspor ini menjadi momentum membuka pintu pasar di Afrika, tandasnya.
“Seiring dengan meningkatnya persaingan di pasar global, AC produksi PT PMI selalu berinovasi dan secara konsisten ikut mengembangkan industri dalam negeri termasuk sektor industri kecil dan menengah (IKM). Saat ini, kandungan lokal untuk AC produksi PT PMI telah mencapai 40%, dan masih akan terus ditingkatkan,” paparnya.
Daniel menjelaskan, unit bisnis AC PT PMI yang berdiri sejak 46 tahun lalu (1974), merupakan pabrik AC di Indonesia dengan kemampuan full manufacture dari bahan baku hingga produk jadi, yang secara agresif terus meluncurkan produk-produk inovatif melalui slogan “Quality Air for Life”.
“Bahwa AC bukan hanya penyejuk ruangan tetapi juga harus bisa memberikan udara yang nyaman dan sehat bagi penggunanya,” tandasnya. Hingga kini, telah tersedia produk-produk AC Panasonic ramah lingkungan berbasis refrigeran R32, dan dilengkapi teknologi “nanoeX” dan “nanoe-G” yang sangat baik untuk kesehatan.
Optimis Industri Elektronik Mampu Mendongkrak
Kemenperin optimistis industri elektronik mempunyai daya ungkit untuk menggenjot nilai ekspor nasional, khususnya sektor manufaktur. Apalagi, industri elektronik merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Contohnya, industri home appliances di Indonesia semakin kuat, dan tinggal diperdalam lagi struktur manufakturnya melalui peningkatan investasi,” ujar Janu. Sasaran tersebut akan mudah tercapai apabila didukung penggunaan teknologi terkini dan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten.
Kemenperin mencatat, secara keseluruhan nilai ekspor produk elektronik dan telematika mencapai USD7,8 miliar sepanjang tahun 2019. Adapun 10 negara tujuan utamanya, antara lain ke Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Vietnam, Hong Kong, Malaysia, China, Thailand, dan Filipina.
“Meningkatnya pasar ekspor tentunya akan meningkatkan jumlah produksi di dalam negeri yang juga bisa mendorong peningkatan pada daya saing produknya,” imbuh Janu. Oleh sebab itu, pemerintah saat ini serius dalam hal mendorong kegiatan ekspor dan investasi industri.
Berbagai kebijakan probisnis dikeluarkan untuk mendukung hal tersebut, sekaligus menghapus aturan yang dianggap menyulitkan. “Misalnya, dalam waktu yang tidak lama, kami akan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan untuk melakukan operasi penindakan sesuai peraturan perundangan terhadap barang-barang yang tidak sesuai dengan SNI,” paparnya.
Di samping itu, mengenai kebijakan untuk mendukung implementasi industri 4.0, pemerintah telah berinisiatif untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya SDM kompeten. Selain itu, memacu kegiatan R&D di dalam negeri.
“Dalam hal ini, pemerintah memfasilitasi pemberian insentif pajak berupa super tax deduction yang memberikan potongan penghasilan bruto hingga 200% untuk pengeluaran terkait vokasi dan hingga 300% untuk pengeluaran terkait R&D,” jelas Janu. Insentif fiskal ini menunjukkan pemerintah fokus untuk mengembangkan kemampuan industri manufaktur nasional agar semakin berdaya saing global.
Menurut Janu, karakteristik industri elektronik yang sangat dinamis menyebabkan munculnya inovasi-inovasi produk yang juga semakin cepat dan mengharuskan pelaku industri untuk terus memperbarui produk-produknya. Beberapa contoh inovasi yang cepat terjadi itu misalnya pada teknologi layer PCB, rechargeable battery, dan semiconductor.
“Penguasaan teknologi di bidang-bidang tersebut dapat membuat suatu industri menjadi pemimpin pasar sehingga banyak perusahaan berskala internasional berlomba-lomba untuk dapat menguasai teknologi tersebut terlebih dahulu,” pungkasnya.