(Vibizmedia – News) – Sebuah studi terbaru yang mengevaluasi dampak COVID-19 di seluruh dunia menemukan bahwa perintah wajib lockdown di awal pandemi tidak memberikan manfaat yang lebih signifikan untuk memperlambat penyebaran penyakit dibandingkan tindakan lainnya yang lebih sukarela, seperti penjarakan sosial (social distancing) atau pembatasan perjalanan.
Dilansir dari Newsweek (14/1), studi review yang dilakukan oleh sekelompok peneliti Stanford dan diterbitkan di Wiley Online Library pada 5 Januari 2021, telah menganalisis pertumbuhan kasus virus corona di 10 negara dari awal 2020.
Studi tersebut membandingkan kasus di Inggris, Perancis, Jerman, Iran, Italia, Belanda, Spanyol, dan AS – semuanya negara yang menerapkan perintah wajib lockdown dan penutupan bisnis – dengan Korea Selatan dan Swedia, yang menerapkan respon sukarela yang tidak terlalu ketat. Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari tindakan yang kurang ketat atau lebih ketat, terhadap perubahan perilaku individu dan penurunan penularan virus.
Para peneliti disebutkan menggunakan pendekatan model matematis. Dengan menggunakan model tersebut, para peneliti menemukan bahwa “tidak ada efek positif yang signifikan dan jelas dari (tindakan yang lebih ketat) pada pertambahan kasus virus di negara mana pun.”
“Kami tidak mempertanyakan peranan pada intervensi kesehatan masyarakat, atau komunikasi terkoordinasi tentang epidemi, tetapi kami gagal menemukan tambahan manfaat dari kewajiban tinggal di rumah (stay-at-home) dan penutupan bisnis,” tambah penelitian tersebut, sebagaimana dirilis Newsweek.
Sebagaimana diketahui, efektivitas dari ketentuan wajib lockdown telah menjadi topik perdebatan yang hangat sejak dimulainya pandemi.
Meskipun pendekatan studi ini tidak menentukan manfaat yang signifikan dari penerapan wajib perintah wajib lockdown, penelitian lain telah menunjukkan bahwa lockdown telah menyelamatkan jutaan nyawa.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh para peneliti di Imperial College London pada bulan Juni 2020 menemukan bahwa sekitar 3,1 juta kematian telah dapat dicegah karena lockdown di seluruh Eropa pada awal pandemi, Reuters melaporkannya. Penelitian tambahan menemukan bahwa 530 juta infeksi virus korona telah dapat dihindari karena lockdown awal di China, Korea Selatan, Italia, Iran, Prancis, dan Amerika Serikat, menurut berita tersebut yang disadur Newsweek.
Indonesia Mampu Menyeimbangkan
Bagaimana dengan Indonesia yang lebih memilih pendekatan PSBB ketimbang lockdown? Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Airlangga Hartarto pernah mengatakan, Indonesia tercatat sebagai negara yang mampu menangani pandemi Covid-19 secara berimbang dengan kontraksi ekonomi yang menjadi dampaknya. Bahkan, Indonesia termasuk dalam lima besar jajaran negara yang mampu secara seimbang mengatasi dua persoalan itu, demikian dinyatakannya kepada media beberapa waktu lalu (12/10/20).
Perekonomian Indonesia saat ini terpantau berada pada jalur pemulihannya. Sinyal pemulihan terlihat, di antaranya dengan kinerja ekspor yang mulai pulih pada akhir 2020 dan tren ini diharapkan terus terjaga pada tahun 2021. Transaksi Berjalan Indonesia pun pertama kalinya surplus sebesar USD964 juta atau 0,36% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak 10 tahun terakhir.
Di sisi lain, Vibiz Research Center juga memantau aktivitas manufaktur Indonesia telah terjadi kebangkitan dari kontraksi pada Maret – Mei 2020, sampai posisi ekspansi (di atas 50) pada akhir tahun 2020. Demikian pula, mobilitas masyarakat di sejumlah provinsi besar bergerak naik. Ini dengan sendirinya mendorong pertumbuhan tingkat konsumsi masyarakat dan membawa ke arah kebangkitan ekonomi, mengingat juga ekonomi domestik kita ditopang sebagian besar (hampir 60%) oleh sektor konsumsi.
Peluang berikutnya bisa berasal dari pemulihan harga komoditas utama Indonesia di pasar global, seperti CPO dan Nikel. Pulihnya harga komoditas ini akan memberikan dampak multiplier yang besar terhadap aktivitas ekonomi domestik sehingga mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu, terkait wabah Covid-19 berdasarkan data terkini, walaupun kasus baru penularan virus di Indonesia masih terus meningkat belakangan ini, tetapi tingkat kesembuhan di Indonesia termasuk tinggi yakni 81,4%, melebihi rata-rata dunia 71,5%. Sedangkan, tingkat kematiannya masih agak tinggi 2,9% dibandingkan rata-rata dunia yang 2,14% (estimasi data 15/1).
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido