Menanggapi Pernyataan World Bank, Menperin Tegaskan Hilirisasi Kurangi Dampak Fluktuasi Harga CPO pada Ekonomi Indonesia

0
537

(Vibizmedia – Jakarta) Pemerintah Indonesia, melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional pada kisaran 6-8 persen. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah menetapkan pengembangan 10 industri prioritas, termasuk industri agro, dengan fokus pada hilirisasi untuk memperdalam struktur industri dari hulu ke hilir, memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah.

Salah satu komoditas yang berhasil dioptimalkan melalui hilirisasi adalah kelapa sawit. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa jumlah produk turunan kelapa sawit di Indonesia meningkat dari 48 jenis pada 2011 menjadi sekitar 200 jenis pada 2024. Ia juga menegaskan bahwa Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mengimplementasikan B30 dan berencana meningkatkan program tersebut menjadi B40, bahkan B100 di masa depan.

Pernyataan ini juga menanggapi pendapat Chief Economist Bank Dunia untuk Kawasan Asia Pasifik, Aaditya Mattoo, yang menyebut bahwa ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada fluktuasi harga komoditas global, terutama batu bara dan kelapa sawit. Agus Gumiwang menegaskan bahwa ketergantungan tersebut tidak terlalu besar karena hilirisasi di sektor kelapa sawit sudah sangat mendalam. Meskipun harga komoditas mempengaruhi ekonomi, dampaknya tidak signifikan berkat strategi hilirisasi yang efektif.

Terkait kritik Mattoo tentang kebijakan restriksi impor, Agus menegaskan bahwa pengetatan impor diberlakukan sebagai langkah afirmatif untuk melindungi industri dalam negeri. Kebijakan tersebut, menurutnya, tidak menyasar bahan baku, melainkan barang jadi, agar industri domestik tetap memiliki akses ke bahan baku dan bisa bersaing di pasar global. Ia menyatakan bahwa pengetatan impor terbukti efektif saat pandemi dan konflik global melanda, di mana pasar domestik yang dipenuhi produk manufaktur lokal menjadi penopang ekonomi Indonesia.

Menperin juga mengkritisi kutipan media nasional yang menyebut fluktuasi harga komoditas dan kebijakan impor sebagai kelemahan ekonomi Indonesia, karena menurut pengamatannya, laporan Bank Dunia tidak menyinggung isu tersebut. Ia menekankan bahwa hilirisasi kelapa sawit telah berperan signifikan dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada harga komoditas global. Pada 2023, ekspor kelapa sawit dan turunannya mencapai USD 28,45 miliar atau 11,6 persen dari total ekspor nonmigas, dengan komposisi ekspor bahan baku sebesar 10,25 persen dan produk olahan mencapai 89,75 persen. Selain itu, industri kelapa sawit berhasil menyerap 16,2 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

Agus Gumiwang menyebutkan bahwa kontribusi sektor pengolahan kelapa sawit terhadap PDB nasional pada Triwulan II-2024 mencapai Rp193 triliun, atau sekitar 3,5 persen dari total PDB sebesar Rp5.536 triliun. Ia memperkirakan bahwa pada akhir 2024, sektor berbasis kelapa sawit akan menyumbang sekitar Rp775 triliun per tahun.

Sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam dan pasar domestik yang besar, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara industri maju. Agus menekankan pentingnya sinergi antara para pemangku kepentingan dalam penyusunan kebijakan, penguatan rantai pasok, pengembangan SDM, fasilitasi pembiayaan, serta riset dan teknologi. Dengan demikian, sektor industri diharapkan dapat menjadi tulang punggung ekonomi nasional dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang inklusif, produktif, dan berkelanjutan.