Investasi Jumbo USD10 Miliar Tunjukkan Indonesia Makin Strategis di Peta Energi Dunia

0
211
: Ilustrasi tambang batubara.

(Vibizmedia – Jakarta) Di tengah ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok global, dan perang dagang yang terus meningkat, Indonesia justru mencetak kemajuan besar lewat masuknya investasi senilai USD10 miliar di sektor energi dan logam strategis. Ini bukan hanya membuktikan relevansi Indonesia di ekonomi global, tetapi juga menandai peran barunya dalam transformasi energi dunia.

Kolaborasi antara ACWA Power (Arab Saudi), Danantara Indonesia, dan Pertamina mencakup tiga proyek utama: pembangkit gas-to-power rendah emisi, produksi green hydrogen, dan fasilitas desalinasi berbasis energi terbarukan. Ketiganya merupakan bagian dari transformasi industri nasional menuju energi bersih, hilirisasi, dan ketahanan sumber daya.

“Ini bukan sekadar proyek energi. Ini adalah momentum baru bagi posisi tawar Indonesia di kancah energi global,” tegas Fakhrul Fulvian, Direktur Insight Kadin Indonesia Institute, kepada InfoPublik, Selasa (15/7/2025).

Berbeda dari narasi umum yang menyebut krisis global menurunkan arus investasi, Indonesia justru menarik minat investor besar di sektor strategis. Sejumlah perusahaan EPC internasional kini bersaing menggarap proyek LNG berskala besar di Indonesia Timur. Sementara itu, pelaku industri asal Tiongkok terus memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok aluminium global.

Fenomena ini menunjukkan bahwa ketidakpastian global menciptakan peluang baru bagi negara yang memiliki keunggulan: sumber daya alam yang kaya, stabilitas makroekonomi, dan posisi geoekonomi yang strategis.

Namun, Kadin Indonesia Institute mengingatkan bahwa derasnya investasi ini perlu diarahkan dengan kebijakan yang jelas agar berdampak jangka panjang. Fakhrul menyoroti tiga rekomendasi kunci:

  1. Peta Jalan Investasi Sektoral
    Diperlukan regulasi progresif terkait kepemilikan asing, transfer teknologi, dan kontribusi pada ketahanan energi nasional. Roadmap ini akan menjadi acuan dan penyaring investasi berkualitas.
  2. Kelembagaan Hilirisasi Terpadu
    Hilirisasi energi dan logam, dari gas hingga aluminium dan air, harus dikelola secara terintegrasi melalui lembaga lintas sektor yang menyatukan kebijakan, insentif, dan pengelolaan ekosistem industri.
  3. Ekosistem Pembiayaan Inovatif
    Skema pembiayaan konvensional tidak cukup untuk mendukung investasi besar. Indonesia perlu memperkuat instrumen seperti green bonds, skema co-investment publik-swasta, dan regulasi pembiayaan proyek strategis.

“Tanpa kelembagaan yang solid dan pembiayaan yang inovatif, investasi besar ini bisa lewat begitu saja. Kita harus berpikir jangka panjang,” tambah Fakhrul.

Di tengah fragmentasi global, banyak negara mencari mitra baru yang stabil dan berkelanjutan dalam rantai pasok energi, logam, dan pangan. Indonesia, dengan kekayaan nikel, bauksit, dan potensi energi terbarukan, berada dalam posisi yang sangat strategis — namun peluang ini tidak akan terbuka selamanya.

“Yang dibutuhkan saat ini adalah arah pembangunan yang jelas dari pemerintah, serta eksekusi cepat dari dunia usaha,” ujar Fakhrul.

Masuknya investasi USD10 miliar bukan sekadar pencapaian ekonomi — ini adalah panggilan untuk merancang ulang strategi industri energi dan logam nasional. Diperlukan integrasi kebijakan lintas sektor, penguatan institusi, dan terobosan pembiayaan agar momentum ini menjadi lompatan besar menuju masa depan.

Indonesia kini bukan lagi sekadar tujuan investasi, melainkan pemain strategis dalam tatanan ekonomi global baru. Tantangannya kini adalah keberanian mengambil keputusan struktural dan mempercepat transformasi yang sudah di depan mata.