(Vibizmedia – Jakarta) Upaya besar memperkuat konektivitas udara nasional dan internasional resmi dimulai. Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah menetapkan 36 bandar udara umum, 3 bandar udara khusus, dan 1 bandar udara yang dikelola pemerintah daerah sebagai bandara internasional.
Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 dan KM 38 Tahun 2025, sebagai implementasi nyata Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya misi memperluas konektivitas demi pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Penetapan status internasional pada bandara merupakan langkah strategis untuk mendorong pemerataan ekonomi dan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, Rabu (13/9/2025).
Ia menjelaskan, perluasan konektivitas akan membuka jalur perdagangan, memperkuat arus pariwisata, serta menarik investasi ke daerah-daerah yang selama ini jarang tersentuh penerbangan internasional.
Peluang Ekonomi hingga Daerah 3T
Sebelum kebijakan ini diterapkan, penerbangan internasional Indonesia terpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, Denpasar, dan Surabaya. Kini, dengan status internasional yang baru, peluang ekonomi di daerah akan meningkat, termasuk di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) yang memiliki posisi strategis.
Beberapa bandara yang memperoleh status internasional antara lain Bandara Komodo di Nusa Tenggara Timur, Bandara Frans Kaisiepo di Papua, dan Bandara Domine Eduard Osok di Papua Barat Daya.
“Ini bukan sekadar soal penerbangan, tetapi membuka pintu kesempatan bagi masyarakat daerah untuk terhubung langsung ke dunia,” tegas Lukman.
Ia menegaskan, predikat internasional bukan hanya label. Setiap bandara wajib memenuhi standar keselamatan, keamanan, dan pelayanan sesuai ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Fasilitas imigrasi, bea cukai, dan karantina harus tersedia lengkap sebelum melayani penerbangan luar negeri. Pemerintah memberikan waktu enam bulan bagi bandara yang baru ditetapkan untuk memenuhi seluruh persyaratan tersebut.
Selaras dengan Visi Asta Cita
Kebijakan ini sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo yang menekankan penguatan konektivitas nasional dan internasional. Penambahan jumlah bandara internasional diharapkan menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi merata, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan mempercepat pemerataan pembangunan.
“Transportasi udara adalah urat nadi perdagangan dan mobilitas manusia di era global. Langkah ini memastikan pertumbuhan ekonomi tidak hanya terpusat di kota besar, tetapi menjangkau pelosok negeri,” kata Lukman.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan memantau mulai dari tahap persiapan hingga bandara beroperasi penuh, dengan evaluasi kinerja minimal setiap dua tahun sekali. Jika standar terpenuhi, status internasional akan dipertahankan; jika tidak, status dapat disesuaikan.
Dengan kebijakan ini, Indonesia kini memiliki 40 bandara berstatus internasional yang siap melayani penerbangan luar negeri. Langkah ini bukan hanya memperluas jalur penerbangan, tetapi menjadi strategi memastikan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi berjalan seimbang dari Sabang hingga Merauke.









