Stabilitas Perbankan Terjaga, Tapi Akses UMKM Masih Terhambat

0
161
Penjualan UMKM kue kering (Foto: Dyah M Nugrahani)

(Vibizmedia – Jakarta) Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit perbankan pada Juli 2025 sebesar 7,03 persen (yoy), melambat dibandingkan Juni 2025 yang mencapai 7,77 persen. Perlambatan ini mencerminkan kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, meski likuiditas longgar berkat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang naik 7,00 persen. Banyak bank lebih memilih menempatkan dana pada surat berharga ketimbang memperbesar penyaluran kredit.

Dari sisi permintaan, kredit lebih ditopang sektor ekspor seperti pertambangan, perkebunan, transportasi, dan industri. Namun, konsumsi dan modal kerja belum tumbuh kuat, masing-masing hanya 8,11 persen dan 3,08 persen, sementara kredit investasi melonjak 12,42 persen. Pembiayaan syariah tumbuh 8,31 persen, sedangkan kredit UMKM masih sangat rendah di level 1,82 persen.

Padahal, bagi UMKM, kredit bukan sekadar tambahan modal, melainkan kebutuhan untuk membeli bahan baku, memperluas produksi, hingga berinovasi di era digital. Keterbatasan literasi keuangan, minimnya agunan, serta kecenderungan mengandalkan dana internal masih membuat banyak pelaku usaha enggan mengajukan kredit. Dari sisi bank, risiko kredit UMKM dinilai lebih tinggi, meski faktanya sektor ini terbukti tahan krisis.

OJK menegaskan pentingnya mendorong penyaluran kredit produktif. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebut sejumlah program pemerintah—mulai dari Koperasi Merah Putih (KMP), pembangunan tiga juta rumah, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG)—dapat dimanfaatkan perbankan untuk memperluas kredit, termasuk ke UMKM.

Meski ada perlambatan, kondisi perbankan masih sehat. Rasio kredit bermasalah (NPL gross) turun ke 2,22 persen, ketahanan modal (CAR) jauh di atas ambang batas, dan likuiditas kelompok bank kecil (KBMI 1 dan 2) berada di level aman. Hasil stress test BI dan OJK pun menunjukkan perbankan cukup kuat menghadapi risiko global.

Pada akhirnya, akses kredit yang lebih inklusif bagi UMKM menjadi kunci pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Kolaborasi otoritas, pemerintah, dan perbankan dibutuhkan untuk memastikan prinsip kehati-hatian berjalan seiring dengan keberpihakan nyata kepada pelaku usaha kecil yang menopang lebih dari 60 persen tenaga kerja Indonesia.