Dari Maluku untuk Indonesia: Sekolah Garuda Transformasi Cetak Generasi Unggul Berkarakter Digital

0
50

(VIbizmedia – Ambon) Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa program Sekolah Garuda Transformasi merupakan langkah strategis Presiden Prabowo Subianto dalam menyiapkan generasi emas 2045 — generasi yang berkarakter kuat, berdaya saing global, dan adaptif terhadap era digital.

Dalam peluncuran program di SMA Siwalima Ambon, Maluku, Meutya menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari visi besar Presiden untuk memperluas akses pendidikan unggul ke seluruh pelosok negeri, termasuk wilayah timur Indonesia.

“Semangat program ini sebenarnya sudah ada sejak awal Presiden memimpin. Beliau ingin memastikan anak-anak dari seluruh Indonesia, termasuk Maluku, punya kesempatan yang sama untuk menjadi generasi emas 2045,” ujar Meutya Hafid, Rabu (8/10/2025).

Menurutnya, pendekatan pendidikan transformatif yang diterapkan di Sekolah Garuda menekankan kebebasan minat belajar, kolaborasi global, dan pembentukan karakter. Hal ini sejalan dengan semangat digitalisasi dan kompetensi abad ke-21 yang menjadi pilar kebijakan pendidikan nasional.

“Saya juga pernah jadi anak asrama. Dari situ saya belajar arti disiplin dan daya juang. Nilai-nilai itulah yang ingin kami hidupkan kembali di Sekolah Garuda,” tambahnya.

Sekolah Garuda Jadi Pilar Transformasi Pendidikan Nasional

Program Sekolah Garuda Transformasi, yang diluncurkan serentak di 16 titik awal, akan diperluas hingga mencakup 80 sekolah unggulan dan pembangunan 20 sekolah baru di wilayah prioritas.

Program ini merupakan wujud nyata dari Asta Cita ke-3 (peningkatan kualitas SDM) dan Asta Cita ke-5 (peningkatan akses serta kualitas pendidikan) yang menjadi fondasi visi Indonesia Emas 2045.

Meutya menambahkan, kurikulum Sekolah Garuda dirancang menyesuaikan sistem pendidikan modern dunia. Siswa diberikan keleluasaan menentukan bidang studi sesuai minat dan bakatnya, tanpa terikat pola konvensional.

“Kita ingin melahirkan anak-anak muda Indonesia yang tahu arah hidupnya sejak dini. Dengan internet dan digitalisasi, mereka bisa belajar sesuai potensi dan cita-cita,” jelasnya.

SMAN Siwalima: Sekolah Perdamaian dari Maluku

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Siwalima, Elisma Tahalea, mengisahkan bahwa sekolah ini berdiri pada 2006 atas inisiatif Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu untuk menyatukan anak-anak yang terpecah akibat konflik sosial 1999.

“Awalnya mereka duduk terpisah berdasarkan kelompok masing-masing. Tapi dalam dua bulan, mereka menyatu. Guru-guru kami bukan hanya pendidik, tapi juga konselor yang memulihkan semangat mereka,” ujarnya haru.

Kini, SMA Siwalima menjadi salah satu dari 12 sekolah unggulan nasional dalam program Sekolah Garuda, dengan banyak alumni berprestasi di tingkat internasional.

“Kami percaya, setiap anak bisa menjadi unggul jika diberi kesempatan,” tegas Elisma.

Anak-anak Maluku Siap Berkibar ke Dunia

Salah satu siswi SMA Siwalima, Rachel Kristasya I, menceritakan pengalamannya mengikuti program pertukaran pelajar ke Amerika Serikat. Ia melihat kesamaan nilai antara sistem pendidikan luar negeri dan filosofi Sekolah Garuda — menumbuhkan kemandirian dan kebebasan belajar.

Di Amerika, kami bebas memilih bidang yang diminati. Tapi semangat teman-teman di Siwalima sama kuatnya — kami ingin menggapai mimpi besar untuk Indonesia,” katanya.

Rachel juga berkesempatan memperkenalkan budaya Indonesia dalam International Education Week di Texas, termasuk kepada wali kota setempat.“Saya merasa membawa nama bangsa,” ujarnya bangga.

Menyiapkan Generasi Unggul dan Berkarakter Digital

Program Sekolah Garuda Transformasi meneguhkan arah kebijakan pendidikan nasional: melahirkan generasi unggul, berakhlak, dan adaptif terhadap perubahan global.

Kementerian Komunikasi dan Digital mendukung penuh program ini melalui penguatan literasi digital, pengembangan platform pembelajaran daring, serta ekosistem pendidikan cerdas dan inklusif.

“Tidak ada orang pintar yang bisa menjadi unggul tanpa karakter yang kuat. Karakter itu yang harus dijaga — terutama dari anak-anak timur Indonesia yang sudah terbiasa berjuang,” tutup Meutya Hafid.