Wamenkum: Regulasi Industri Tembakau Harus Disusun dengan Ekstra Hati-Hati dan Melibatkan Semua Pihak

0
54
Petani tembakau

(Vibizmedia – Jakarta) Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menekankan pentingnya kehati-hatian dalam penyusunan aturan terkait industri hasil tembakau, termasuk regulasi pelaksana mengenai pengamanan zat adiktif. Ia meminta agar penyusunan dilakukan secara cermat melalui dialog dan musyawarah dengan seluruh pemangku kepentingan.

“Dari sisi negara, industri hasil tembakau merupakan salah satu penyumbang terbesar penerimaan pajak. Karena itu, pengaturannya harus dilakukan untuk tujuan pengendalian, bukan penghapusan. Tidak mungkin industri tembakau dihilangkan begitu saja karena melibatkan jutaan tenaga kerja dan petani. Ini isu yang sangat kompleks,” ujar Wamenkum Eddy, sapaan akrabnya, dalam keterangan resmi, Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, penyusunan aturan harus mengedepankan tiga landasan materiil — kekuatan filosofis, yuridis, dan sosiologis — agar dapat diterima dan dipatuhi oleh semua pihak dengan sukarela.

“Pihak yang diatur harus dapat menaati peraturan dengan senang hati. Karena itu, prinsip-prinsip penyusunan regulasi yang baik tidak boleh diabaikan,” tegasnya.

Eddy juga mengakui, pembahasan aturan di sektor tembakau berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat dan tarik-menarik kepentingan. Namun demikian, pendekatan win-win solution harus menjadi prioritas agar regulasi yang dihasilkan menguntungkan semua pihak.

Ia mencontohkan salah satu isu yang kerap menimbulkan perdebatan, yakni pengaturan peredaran dan kemasan produk tembakau. Menurutnya, usulan standardisasi kemasan dapat menimbulkan potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Merek, karena membatasi ekspresi identitas dagang produsen.

“Kalau kemasan rokok dibuat seragam dan tidak menarik, mungkin bertujuan baik agar anak-anak tidak tertarik merokok. Tapi itu pun belum tentu efektif, dan bisa bertentangan dengan perlindungan merek,” jelas Guru Besar Hukum Universitas Gadjah Mada itu.

Ia menambahkan, produsen yang sudah mencantumkan peringatan atau imbauan bahaya merokok pada kemasannya telah memenuhi kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya bab tentang kejahatan terkait obat, barang, dan makanan.

“Jika produsen sudah memberi tahu efek atau bahaya dari produk yang diedarkan, maka tanggung jawab pidananya dianggap selesai. Prinsipnya, kewajiban moral dan hukum sudah dipenuhi,” pungkasnya.