Peningkatan Kesehatan Keuangan Nasional untuk Masa Depan yang Lebih Kuat

0
32
Foto: Kemenko Ekon

(Vibizmedia – Jakarta) Indonesia mencatat kemajuan signifikan dalam perluasan inklusi keuangan selama satu dekade terakhir. Hingga tahun 2024, tingkat inklusi keuangan nasional telah mencapai 92,74%. Meski demikian, tingkat literasi keuangan baru berada di angka 66,64%, menandakan perlunya peningkatan kemampuan dan pemahaman masyarakat terkait pengelolaan keuangan.

Salah satu pendorong utama percepatan inklusi ini adalah pemanfaatan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Teknologi tersebut telah menjadi game changer dalam sistem pembayaran nasional, membuka akses transaksi digital bagi puluhan juta pelaku usaha dan hampir 60 juta pengguna.

“Pada awal tahun ini, Presiden telah memberikan arahan nasional yang mewajibkan setiap warga negara Indonesia memiliki rekening bank. Dengan sekitar 88,7 juta rumah tangga, kebijakan ini diharapkan memastikan inklusi keuangan yang menyeluruh, baik di tingkat individu maupun keluarga,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pembukaan Ministerial Group Meeting for Financial Health bertema Financial Health for a Stronger Future: A Unified Vision for National Financial Health, di Jakarta, Kamis (27/11).

Dalam pertemuan yang turut dihadiri Yang Mulia Ratu Maxima dari Kerajaan Belanda, selaku UN Secretary-General’s Special Advocate (UNSGSA) for Financial Health, Menko Airlangga menyampaikan apresiasi atas dukungan beliau dalam memajukan agenda kesehatan keuangan di Indonesia.

“Merupakan kehormatan bagi Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan ini. Kepemimpinan Yang Mulia sangat kami hargai, dan kami berharap diskusi ini semakin memperkuat kerja sama, khususnya dalam inklusi keuangan, ekonomi digital, dan sektor kesehatan,” kata Menko.

Indonesia juga telah memperkuat fondasi regulasi melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang menegaskan mandat inklusi keuangan, literasi, dan perlindungan konsumen. UU ini mewajibkan Penyedia Jasa Keuangan untuk berpartisipasi aktif dalam program literasi dan inklusi keuangan.

Sejalan dengan itu, Pemerintah tengah menuntaskan transformasi Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) menjadi Komite Nasional Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan (Komnas LIK), dengan keanggotaan yang lebih luas dan struktur koordinasi yang lebih kuat, termasuk peran TPAKD di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.

“Indonesia juga sedang menyusun Strategi Nasional baru yang akan mengusung financial health framework sesuai standar global seperti OECD dan G20. Fokusnya mencakup peningkatan literasi dan kapabilitas digital, penguatan perlindungan konsumen, pengembangan produk keuangan yang bertanggung jawab, serta pemanfaatan data untuk intervensi yang lebih tepat sasaran,” terang Menko Airlangga.

Lebih jauh, Menko menegaskan bahwa edukasi keuangan tidak hanya mencakup pengetahuan dasar, tetapi juga pemahaman terhadap produk seperti tabungan dan asuransi. “Y.M. Ratu Maxima mengingatkan bahwa edukasi masyarakat harus mencakup kemampuan membuat perencanaan keuangan yang sehat. Terutama mengingat maraknya pinjaman berisiko tinggi, termasuk pinjol, sehingga penting bagi Pemerintah untuk memperkuat pengawasan,” jelasnya.

Y.M. Ratu Maxima menekankan bahwa penurunan kesehatan keuangan rumah tangga dapat berdampak luas: konsumsi menurun, tabungan terkuras, dan hutang mahal kembali menjerat. Kondisi ini pada akhirnya dapat memengaruhi stabilitas sektor keuangan, produktivitas tenaga kerja, hingga tujuan pembangunan jangka panjang.

“Karena itu, pengukuran kesehatan keuangan sangat penting. Pemerintah perlu membangun kebijakan yang dapat memantau kondisi ini secara menyeluruh,” ujar beliau.

Tak hanya pada level makro, Ratu Maxima juga mendorong penyedia jasa keuangan untuk menilai kesehatan keuangan nasabah secara individual. Dengan begitu, lembaga keuangan dapat merancang kebijakan dan produk yang lebih relevan. “Saat Anda mengukur, Anda dapat menetapkan target dan mengarahkan kebijakan. Dialog berkelanjutan dengan penyedia layanan keuangan dan sektor swasta sangat diperlukan,” tegasnya.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh Ketua DK OJK Mahendra Siregar, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, pejabat Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Kemlu, OJK, LPS, perwakilan PBB, serta Duta Besar Belanda untuk Indonesia.