Indonesia Telah Berada di Fase Pertama Siklus Pembangunan PLTN

0
448
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). (Foto: Kementerian ESDM)

(Vibizmedia – Nasional) Posisi Indonesia saat ini memasuki fase 1 (pertama) dari siklus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), seperti yang disyaratkan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Hal ini disampaikan oleh anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha. Menurutnya,  untuk menyelesaikan fase 1, IAEA mensyaratkan harus memenuhi 19 item, dan Indonesia sudah menyelesaikan 16 item.

Tiga item lagi yang belum selesai, yaitu posisi nasional Indonesia, pembentukan Organisasi Pelaksana Program Tenaga Nuklir atau NEPIO yang memonitor implementasi energi nuklir, dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan.

“Kalau Indonesia sudah memenuhi sisa tiga item yang disyaratkan IAEA pada fase 1 itu, maka Indonesia bisa masuk pada fase Go Nuklir,” kata Satya dalam keterangannya, Jumat (19/2/2021).

Satya menegaskan sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN) Tahun 2014, pemanfaatan nuklir di Indonesia menjadi opsi terakhir, setelah masalah keselamatan kerja, keselamatan operasi, dan pengaruh radiasi yang membahayakan terselesaikan.

Satya menuturkan energi nuklir merupakan energi bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan dibandingkan bentuk energi lainnya. Keuntungan nuklir antara lain tidak ada pembakaran, tetapi melalui pembelahan atom sehingga tidak mengeluarkan gas CO2 atau NH4, memerlukan lahan paling sedikit sehingga tidak mengganggu ekosistem, membutuhkan paling sedikit bahan bangunan dan bahan bakar.

Terkait KEN 2014 Satya mengatakan DEN akan mengevaluasinya kembali guna menyesuaikan dengan kondisi terkini. Sesuai Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 KEN dapat ditinjau kembali paling cepat setelah lima tahun apabila dipandang perlu.

KEN ditetapkan pada 2014 atau kini sudah berumur lebih dari enam tahun, sehingga dapat dievaluasi. Urgensi penyusunan kembali KEN adalah asumsi makro yang digunakan sudah tidak sesuai lagi.

“Asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipakai saat itu di kisaran 7-8 persen, sementara saat ini sudah berbeda. Ditambah lagi, kondisi pandemi COVID-19, yang menekan perekonomian kita, sehingga revisi KEN menjadi sangat dimungkinkan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana, mengatakan pemanfaatan nuklir sebagai energi membutuhkan jalan panjang hingga puluhan tahun, karena banyak aspek yang harus diselesaikan. Kementerian ESDM terus mendorong tercapainya target bauran energi 23% untuk energi baru terbarukan tahun 2025, serta komitmen Paris Agreement.

“Pemanfaatan pembangkit bertenaga nuklir akan di kembangkan di daerah terpencil. Selain itu, pemanfaatan nuklir akan sungguh-sungguh memperhatikan aspek keselamatan, serta terlebih dahulu mengutamakan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan,” papar Dadan.

Emy T/Journalist/Vibizmedia
Editor: Emy Trimahanani

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here