Katedral Notre-Dame, satu tahun kemudian

Kecintaannya pada Notre-Dame mendorongnya mempertahankan kesetiaan mutlak pada material serta teknik asli Gotik abad pertengahan.

0
39
Notre-Dame

(Vibizmedia – Gaya Hidup) Meskipun Katedral Notre-Dame kembali dibuka pada 7 Desember tahun lalu setelah kebakaran besar pada 15 April 2019, pengunjung masih membutuhkan reservasi untuk menjamin akses masuk, karena minat publik sangat tinggi. Namun, siapa pun tetap dapat mengikuti antrean terpisah untuk Misa pagi pukul 08.00. Kembalinya katedral ini dalam kehidupan rutin kota Paris menjadi simbol berakhirnya masa panjang proyek restorasi yang penuh tantangan.

Proyek tersebut menjadi pelajaran besar bagi dunia tentang konstruksi Gotik. Struktur katedral terdiri atas langit-langit batu yang dipahat rumit di bagian dalam dan atap curam berlapis timah di bagian atas. Di antara keduanya terdapat rangka kayu yang dikenal sebagai “hutan”, yaitu susunan balok kayu ek saling mengunci yang menopang atap. Struktur pertukangan abad ke-13 tersebut, salah satu yang tertua di Paris, menjadi tempat awal percikan api dan musnah sepenuhnya dalam kebakaran.

Runtuhnya menara pusat (spire) yang menembus kubah batu menyebabkan bagian kubah lainnya ikut merosot. Kubah-kubah ini merupakan bagian penting dari sistem struktur dinamis, beban batu mendorong dinding keluar sementara penopang luar (flying buttresses) menekan ke dalam. Keseimbangan dua gaya itu bagaikan jungkat-jungkit yang sempurna. Fakta bahwa dinding tidak terdorong ambruk ketika kubah yang menahannya hilang merupakan sebuah keajaiban. Di sisi lain, 460 ton timah meleleh dan menyebar menutup area sekitar, menimbulkan ancaman keracunan timbal yang serius.

Presiden Emmanuel Macron menyatakan bahwa Notre-Dame harus selesai dibangun kembali dalam lima tahun — target ambisius mengingat satu tahun habis untuk mengangkat timbal yang mengeras. Pertanyaan besar pun bermunculan, apakah Prancis masih memiliki cukup pohon ek tua untuk kerangka atap, dan apakah batu kapur yang sesuai masih bisa ditemukan untuk mengganti kubah serta dinding yang rusak.

Namun Prancis memiliki sejarah panjang dalam proyek konstruksi nasional berskala raksasa, dari benteng Vauban di masa Louis XIV hingga pembangunan Paris modern oleh Baron Haussmann. Untuk memimpin proyek ini, Macron menunjuk Jenderal Jean-Louis Georgelin, yang memperlakukan upaya tersebut sebagai operasi logistik berskala besar, hampir seperti misi militer.

Kepala Arsitek restorasi Katedral Notre-Dame Philippe Villeneuve, yang telah memulihkan banyak gereja abad pertengahan, memegang kendali desain dan konstruksi. Kecintaannya pada Notre-Dame mendorongnya mempertahankan kesetiaan mutlak pada material serta teknik asli Gotik abad pertengahan. Ia menolak keras rencana penggunaan material modern untuk menara dan siap mengundurkan diri jika hal itu dipaksakan. Komitmennya memastikan bahwa Notre-Dame tetap menjadi bangunan Gotik sejati — bukan tiruan modern — bahkan pada bagian struktur yang tidak terlihat seperti rangka kayu di atas kubah.

Kini, saat memasuki ruang utama katedral, pengunjung kembali disambut salah satu ruang arsitektur paling mengagumkan di dunia. Tidak ada bekas luka atau tanda kebakaran pada kubah batu yang membentuk jaringan geometris sempurna. Tidak ada petunjuk bahwa di tempat tersebut menara pernah runtuh dan menyemburkan kobaran api yang disaksikan dunia dengan penuh duka.

Meski demikian, satu aspek restorasi menuai kritik, pencahayaan interior yang kini sangat terang. Lampu-lampu modern itu mengalahkan cahaya alami dari kaca patri, padahal keindahan kaca patri justru muncul saat interior berada dalam keteduhan dan penuh kontras cahaya.

Perpaduan antara struktur nyata dan cahaya tak berwujud inilah yang memberikan arsitektur Gotik kekuatan transendennya — mempertemukan unsur material dengan spiritual.

Arsitektur Gotik, yang mencapai puncaknya di Biara St. Denis tidak jauh dari sana, lahir pada masa tanpa listrik. Para pembangunnya merancang dinding agar seramping mungkin sehingga sinar matahari dapat membanjiri ruang ibadah. Penerangan buatan yang terlalu klinis kini dianggap menghilangkan sifat utama Gotik, rasa misteri.

Rasa tersebut terancam berkurang lebih jauh ketika enam kaca patri rancangan Eugène Viollet-le-Duc diganti dengan karya baru. Karya Claire Tabouret, seniman Prancis yang bermukim di California, menampilkan fragmen-fragmen figur manusia dengan warna-warna cerah bergaya neo-Fauve. Meskipun sesuai tren seni kontemporer, gaya tersebut dinilai tidak merepresentasikan suasana spiritual dan enigma khas Gotik.

Keputusan ini sejalan dengan visi modern Uskup Agung Laurent Ulrich, yang memiliki kewenangan penuh dalam penataan interior karena Gereja Katolik berhak memakai bangunan itu selamanya meski dimiliki pemerintah. Konflik pandangan pun muncul, bagi arsitek, suasana temaram adalah bagian utuh dari arsitektur; bagi pemakai liturgis, cahaya modern adalah kebutuhan praktis. Inilah benturan klasik antara “tuan bangunan” dan “penyewa”.

Pengalaman manusia terhadap bangunan agung tidak hanya melalui penglihatan, melainkan juga gerak, suara, dan suasana yang dirasakan tubuh. Musik sakral dan gema suara dalam ruang berkubah tinggi pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari karakter Notre-Dame. Kini, dengan kembali digunakan untuk peribadatan dan acara keagamaan, katedral tersebut dinilai telah benar-benar hidup kembali. Dan jika diperlukan, pencahayaan yang terlalu menyilaukan itu tetap dapat dikendalikan atau bahkan dimatikan.