(Vibizmedia-Gaya Hidup) Industri zamrud di Kolombia bernilai sekitar $150 juta per tahun. Batu hijau berharga ini telah diperebutkan selama berabad-abad, dan kini persaingan semakin ketat dengan masuknya investor asing yang mengubah wajah pertambangan. Di satu sisi, modernisasi membawa stabilitas dan investasi baru. Namun, di sisi lain, para penambang tradisional kehilangan akses ke mata pencaharian mereka. Di balik kilaunya, pertarungan untuk menguasai zamrud Kolombia masih terus berlangsung.
Tumpukan tanah di tambang-tambang Kolombia sering kali menjadi harapan terakhir bagi ratusan orang yang mengais rezeki dari sisa-sisa penambangan besar. Para guaquero—penambang tradisional yang mencari sisa-sisa zamrud dengan tangan kosong—berharap menemukan batu kecil yang bisa mengubah hidup mereka. Beberapa dari mereka pernah mendapatkan penghasilan besar dari zamrud dan menggunakannya untuk melunasi utang atau membeli rumah. Namun, ada juga yang telah bertahun-tahun mencari tanpa hasil yang berarti.
Sementara itu, hanya beberapa mil jauhnya, perusahaan-perusahaan yang didukung oleh investor asing menemukan zamrud setiap jam. Batu-batu ini dijual dengan harga fantastis—satu batu berkualitas tinggi bisa mencapai $500.000 dalam penjualan ritel. Para investor membawa teknologi baru yang meningkatkan efisiensi produksi dan memastikan keamanan pertambangan, tetapi modernisasi ini juga mengurangi peluang bagi para penambang kecil.
Kolombia memiliki keunggulan unik dalam produksi zamrud. Berbeda dengan kebanyakan zamrud dunia yang terbentuk di batuan beku, zamrud Kolombia terbentuk di dalam serpih. Serpih ini menghasilkan lebih sedikit kandungan besi, sehingga menciptakan warna hijau yang lebih murni dan jenuh. Dalam dunia perhiasan, warna adalah segalanya, dan itulah yang membuat zamrud Kolombia begitu dicari.
Sejarah pertambangan zamrud di Kolombia telah berlangsung selama berabad-abad. Kota Muzo, salah satu pusat pertambangan utama, telah menjadi arena perburuan zamrud sejak zaman kolonial. Para penambang sering kali mengantre sejak dini hari untuk mendapatkan kesempatan menggali dalam kegiatan yang dikenal sebagai voladora. Namun, sejak peraturan lingkungan dan modernisasi tambang semakin ketat, peluang bagi para penambang tradisional semakin menyusut.
Pada pertengahan abad ke-20, pemerintah Kolombia mencoba menasionalisasi industri ini, tetapi daerah pertambangan yang terpencil sulit dikendalikan. Akhirnya, pada tahun 1970-an, pemerintah mulai menyewakan tambang kepada para pemimpin lokal yang disebut don. Para don ini mengendalikan pertambangan dan mengumpulkan royalti untuk pemerintah. Mereka juga memberikan akses kepada para penambang tradisional, selama tidak mengambil terlalu banyak.
Para don menguasai pertambangan dengan kekuatan dan sering kali dengan kekerasan. Konflik antara kelompok penambang ilegal, paramiliter, dan pengedar narkoba memicu “Perang Hijau,” sebuah periode kekerasan yang berlangsung sejak 1965 hingga gencatan senjata pada 1990. Perdamaian yang rapuh ini bertahan selama beberapa dekade, hingga akhirnya investor asing mulai masuk pada tahun 2010-an dan mengambil alih kendali industri dari tangan para don.
Namun, masuknya investor asing tidak serta-merta menyelesaikan masalah. Dalam dekade terakhir, para penambang di Muzo beberapa kali bentrok dengan perusahaan tambang yang didukung asing terkait akses ke zamrud. Pada akhir 2024, ketegangan meningkat ketika voladora dihentikan dan para penambang melakukan protes. Pemerintah setempat mulai mencari jalan tengah, berupaya memformalkan voladora dan memastikan bahwa investasi asing tetap memberikan manfaat bagi komunitas lokal.
Salah satu tambang terbesar di Kolombia adalah tambang Coscuez, yang kini dikelola oleh Fura Gems, sebuah perusahaan berbasis di Dubai. Sejak mengakuisisi tambang ini pada tahun 2017, Fura telah menginvestasikan lebih dari $150 juta untuk modernisasi dan ekspansi. Dengan sistem baru, tambang ini kini mampu mengekspor lebih dari setengah juta karat zamrud setiap tahunnya.
Modernisasi membawa perubahan drastis. Dahulu, terowongan di tambang ini sempit dan para penambang harus mendorong bijih dengan tangan. Kini, terowongan diperbesar sehingga kendaraan dapat masuk. Perusahaan juga menggunakan teknologi pencucian optik untuk mendeteksi zamrud dengan lebih efisien, mengurangi jumlah sisa yang bisa dimanfaatkan oleh para guaquero.
Dampak dari modernisasi ini adalah berkurangnya lapangan pekerjaan bagi para penambang tradisional. Para wanita yang dulu mencari nafkah dengan menambang secara manual kini harus bersaing dengan mesin yang lebih cepat dan efisien. Beberapa dari mereka telah mencoba mendapatkan izin pertambangan resmi, tetapi prosesnya masih sulit.
Bagi sebagian orang, pekerjaan di perusahaan tambang modern menawarkan stabilitas. Beberapa mantan penambang terowongan tradisional kini bekerja di tambang besar dengan gaji tetap. Bagi mereka, sistem baru ini lebih menjamin masa depan daripada mengandalkan peruntungan dalam mencari zamrud di tanah buangan.
Namun, bagi banyak penambang tradisional lainnya, investasi asing justru membuat hidup semakin sulit. Dulu, mereka bisa menemukan serpihan zamrud dari limbah tambang. Kini, sisa-sisa tersebut digunakan untuk pemeliharaan jalan dan proyek infrastruktur, sehingga tidak ada lagi yang tersisa untuk mereka.
Keuntungan besar dari industri ini juga jarang terlihat di komunitas setempat. Kolombia mengekspor zamrud senilai $130 hingga $150 juta setiap tahun, dengan pasar utama di Amerika Serikat dan Eropa. Namun, sebagian besar keuntungan dinikmati oleh pemilik tambang dan pedagang internasional, sementara masyarakat di sekitar tambang tetap hidup dalam keterbatasan.
Permintaan terhadap zamrud terus meningkat. Para investor tambang mengatakan bahwa zamrud Kolombia kini semakin dicari di pasar global. Batu berkualitas tinggi dapat dijual hingga $40.000 per karat. Beberapa investor bahkan membeli tambang di Kolombia untuk mendapatkan akses langsung ke batu-batu terbaik dan menjualnya ke rumah perhiasan ternama seperti Tiffany.
Dari sudut pandang investor, stabilitas yang dibawa oleh perusahaan asing adalah hal yang positif. Mereka percaya bahwa modernisasi dan peraturan yang lebih ketat membuat industri lebih aman dan menguntungkan bagi semua pihak. Fura sendiri berencana untuk menginvestasikan lebih dari $100 juta lagi di Kolombia dan memperpanjang izin tambangnya hingga 2050.
Namun, bagi masyarakat setempat, sejarah industri ini tetap berulang. Eksploitasi sumber daya telah terjadi sejak zaman kolonial, ketika penjajah Spanyol memaksa penduduk asli dan budak Afrika untuk bekerja di tambang. Selama berabad-abad, keuntungan dari zamrud Kolombia selalu mengalir ke tangan segelintir orang di puncak piramida ekonomi, sementara mereka yang bekerja di lapangan sering kali tetap miskin.
Hari ini, skenarionya hampir sama. Teknologi telah berkembang, pemilik tambang telah berganti, tetapi siklus eksploitasi tetap berlangsung. Para guaquero dan penambang skala kecil masih berjuang untuk mendapatkan bagian dari kekayaan yang dihasilkan tanah mereka sendiri.
Pertanyaannya adalah apakah modernisasi akan benar-benar membawa manfaat bagi komunitas lokal, atau justru semakin memperlebar kesenjangan antara mereka yang berada di puncak dan mereka yang bekerja di dasar industri ini?