Presiden Prabowo Rencanakan Utang Baru Rp 781,9 Triliun pada 2026

0
230
Presiden Prabowo Subianto
Presiden Prabowo Subianto. FOTO: BIRO PERS SETPRES

(Vibizmedia-Nasional) Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berencana menarik utang baru sebesar Rp 781,87 triliun pada tahun anggaran 2026. Rencana pembiayaan ini akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman, sebagaimana tercantum dalam Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026.

“Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 781,868 miliar yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman,” tulis dokumen tersebut, Senin (18/8).

RAPBN 2026 disusun dengan dua agenda utama: meredam gejolak ekonomi global serta mendukung pembangunan nasional. Pemerintah memastikan strategi pengelolaan utang tahun depan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dengan orientasi pada pembiayaan inovatif dan berkelanjutan.

“Kebijakan anggaran yang ekspansif merupakan upaya peningkatan kapasitas fiskal yang dibutuhkan sehingga APBN dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan pencapaian tujuan pembangunan,” tertulis dalam dokumen tersebut.

Jika terealisasi, pembiayaan utang 2026 menjadi yang tertinggi setelah masa pandemi COVID-19. Data lima tahun terakhir menunjukkan:

– 2021: Rp 870,5 triliun

– 2022: Rp 696 triliun

– 2023: Rp 404 triliun

– 2024: Rp 558,1 triliun

– 2025 (outlook): Rp 715,5 triliun

– 2026 (rencana): Rp 781,9 triliun

Dengan demikian, angka utang baru 2026 hanya lebih rendah dari lonjakan besar pada 2021 ketika pandemi memaksa pemerintah meningkatkan pembiayaan secara signifikan.

Pemerintah menegaskan pengelolaan utang akan dilakukan secara prudent, akuntabel, dan terkendali dengan tiga prinsip utama:

– Akseleratif – menjadikan utang sebagai katalis percepatan pembangunan dan menjaga momentum pertumbuhan.

– Efisien – memastikan penerbitan utang dengan biaya minimal melalui pendalaman pasar keuangan dan diversifikasi instrumen.

– Seimbang – menjaga portofolio utang yang optimal dengan memperhatikan keseimbangan biaya dan risiko guna mendukung keberlanjutan fiskal.

RAPBN 2026 memproyeksikan defisit anggaran Rp 638,8 triliun atau 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut muncul karena belanja negara dirancang mencapai Rp 3.786,5 triliun, lebih besar dari pendapatan negara yang ditargetkan Rp 3.147,7 triliun.

Pemerintah menegaskan, strategi fiskal yang ekspansif ini ditujukan untuk mendukung program pembangunan prioritas sekaligus menjaga daya tahan perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global.