(Vibizmedia – Jakarta) Tiga indikator makroekonomi yang dirilis pada Senin, 1 Desember 2025, menunjukkan semakin kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Inflasi November 2025 terjaga, PMI Manufaktur kembali melanjutkan tren ekspansif, dan neraca perdagangan Oktober mencatat surplus selama 66 bulan berturut-turut.
Inflasi nasional tetap berada dalam sasaran 2,5±1%. Pada November 2025, inflasi tercatat 2,72% (yoy), dipengaruhi turunnya inflasi volatile food yang mencapai 5,48% (yoy) dari 6,59% (yoy) pada Oktober. Penurunan harga pangan ini memperkuat stabilitas harga serta menjaga daya beli masyarakat. Inflasi inti juga stabil di level 2,36% (yoy), mencerminkan ekspektasi inflasi yang terjaga dan efektifnya sinergi kebijakan moneter–fiskal.
Secara bulanan, inflasi November didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan yang naik 3,99% (mtm) serta tarif angkutan udara yang meningkat 6,02% (mtm)—pola yang konsisten dalam lima tahun terakhir. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa program diskon tarif transportasi pada Desember diharapkan menurunkan kembali tarif penerbangan dan menjaga daya beli masyarakat.
Kenaikan inflasi pangan terutama berasal dari bawang merah dan berbagai sayuran akibat curah hujan tinggi, sementara komoditas seperti daging ayam ras, cabai merah, dan telur mulai mengalami penurunan harga. Harga beras justru mencatat deflasi 0,59% (mtm), lebih dalam dari bulan sebelumnya, sebagai hasil intervensi Pemerintah melalui bantuan pangan 10 kg beras dan minyak goreng bagi 18,3 juta KPM, serta pelaksanaan Gerakan Pasar Murah dan program stabilisasi pasokan menjelang Natal dan Tahun Baru.
Di sisi perdagangan, neraca perdagangan kembali surplus USD2,39 miliar pada Oktober 2025. Ekspor tercatat USD24,24 miliar, lebih tinggi dibanding impor USD21,84 miliar. Surplus perdagangan nonmigas dengan Amerika Serikat juga tetap kuat di angka USD1,7 miliar, seiring meningkatnya ekspor ke AS yang tumbuh 4,43% (mtm) dan membaiknya PMI Manufaktur AS.
Sektor manufaktur dalam negeri menunjukkan performa impresif. PMI Manufaktur Indonesia naik signifikan dari 51,2 pada Oktober menjadi 53,3 pada November 2025—level tertinggi sejak Februari dan menandai ekspansi empat bulan berturut-turut. Peningkatan permintaan domestik mendorong kenaikan produksi, penumpukan pekerjaan, dan perekrutan tenaga kerja baru. Perusahaan juga memperbesar pembelian bahan baku, yang memperkuat backward linkage sektor manufaktur.
Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, pelaku industri tetap optimistis terhadap prospek manufaktur hingga tahun depan. Pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif di sisi permintaan dan penawaran untuk mendukung peningkatan mobilitas masyarakat.
“Berbagai stimulus dan insentif, ditambah permintaan domestik yang secara musiman meningkat, menjadi pendorong tambahan bagi aktivitas ekonomi. Ini juga didukung oleh inflasi yang terjaga dan daya beli yang membaik,” tutup Menko Airlangga.









