(Vibizmedia-Nasional) Kementerian Perindustrian menyebut ekosistem pertembakauan di Indonesia sudah terbentuk sejak zaman kolonial Belanda. Mulai dari petani tembakau, perajang tembakau, petani cengkeh, buruh pabrik rokok, pedagang asongan, ritel, distributor hingga eksportir telah menjadi bagian dari rantai ekosistem pertembakauan tersebut.
“Dengan terbentuknya ekosistem yang kuat, struktur industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia juga sudah terintegrasi. Bahkan, hingga saat ini, jutaan orang menggantungkan hidupnya dari sektor IHT,” jelas Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika dalam keterangannya, pada Selasa, 3 Juni 2025.
Menurut Juli, terpadunya sektor IHT di dalam negeri, di antaranya karena sudah mempunyai industri pengeringan tembakau, industri kertas rokok, industri filter rokok, industri bumbu/perisa rokok, industri sigaret kretek tangan, industri kretek mesin, industri rokok putih, industri cerutu, laboratorium skala internasional hingga industri jasa pengemasan dan percetakan yang mendukung IHT.
“Oleh karena itu, sektor IHT memegang peranan penting dalam perekonomian nasional,” kata Putu.
Hal tersebut tercermin dari kontribusi cukai hasil tembakau yang mencapai Rp 216 triliun pada tahun 2024, yang sekaligus menjadi salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar dari sektor industri. “Selain itu, sektor IHT menyerap tenaga kerja sebanyak 6 juta orang dari hulu hingga hilir, mulai dari petani tembakau dan cengkeh, buruh pabrik, distributor, hingga pedagang dan eksportir,” terangnya.
Di sektor perdagangan internasional, ekspor produk hasil tembakau Indonesia pada tahun 2024 terbilang gemilang dengan nilai mencapai USD 1,7 miliar atau meningkat 21,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Indonesia pun kini menempati posisi keenam sebagai negara eksportir produk hasil tembakau terbesar di dunia.
“Keberhasilan ini tidak terlepas dari kualitas produk yang berdaya saing tinggi serta kerja keras seluruh pelaku usaha tembakau nasional,” ujar Putu.
Sementara, tantangan juga terus dihadapi sektor IHT, khususnya maraknya peredaran rokok ilegal. Data Kementerian Keuangan mencatat, peningkatan peredaran rokok ilegal dari 3,3 persen pada 2019 menjadi 6,9 persen sepanjang tahun 2023. “Pemerintah menekankan pentingnya pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh pelaku usaha agar menjalankan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ungkap Putu.
Dalam rangka mendukung sektor IHT, Dirjen Industri Agro juga menyoroti pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) oleh pemerintah daerah.
“Dari 3 persen DBHCHT yang dibagikan kepada daerah, terdapat program pembinaan industri yang dapat dimanfaatkan mulai dari peningkatan kualitas SDM IHT, fasilitasi uji nikotin dan tar, hingga dukungan ekspor,” terangnya.
Untuk itu, pihaknya mendorong kolaborasi aktif antara pemerintah daerah dan asosiasi IHT untuk menyusun program pembinaan yang tepat sasaran sesuai kebutuhan industri di lapangan.