Peran Strategis Penjualan Makanan dan Minuman dalam Pendapatan Bandara

Tren peningkatan pendapatan dari sektor makanan dan minuman telah menjadi bagian integral dalam strategi bisnis bandara. Dengan semakin banyaknya penumpang yang mencari pengalaman perjalanan yang lebih nyaman dan berkualitas, bandara harus terus berinovasi untuk memenuhi permintaan ini.

0
629
Bandara Makanan
Shopping Centre Schiphol Plaza, Pusat perbelanjaan di Bandara Schiphol (Foto: Julian/Kontributor Vibizmedia)

(Vibizmedia-Kolom) Bandara di seluruh dunia semakin mengandalkan penjualan makanan dan minuman untuk menutupi biaya operasional dan meningkatkan pendapatan. Dalam beberapa tahun terakhir, model bisnis bandara mengalami perubahan signifikan, beralih dari ketergantungan pada biaya yang dikenakan kepada maskapai penerbangan ke model yang lebih fokus pada konsumsi penumpang. Menurut The Wall Street Journal, pada tahun 2024, Bandara Heathrow mencatat jumlah penumpang tertinggi dan peningkatan pengeluaran di gerai-gerainya, meskipun total pendapatan menurun akibat pengurangan biaya yang dikenakan kepada maskapai.

Dengan pertumbuhan perjalanan udara yang kembali meningkat pascapandemi, industri penerbangan menghadapi tekanan besar untuk tetap menguntungkan. Banyak maskapai menuntut pengurangan biaya operasional yang dikenakan oleh bandara, memaksa operator bandara untuk mencari sumber pendapatan alternatif. Salah satu cara utama yang dilakukan adalah melalui peningkatan penjualan makanan dan minuman, baik di restoran, kafe, maupun lounge eksklusif. Operator bandara seperti Aena di Spanyol dan Groupe ADP di Prancis semakin mengandalkan pendapatan dari sektor ini untuk mengimbangi biaya operasional mereka.

Harga makanan dan minuman di bandara memang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan di luar bandara. Menurut The Wall Street Journal, harga makanan di bandara bisa mencapai 49 persen lebih tinggi dari harga normal, bahkan beberapa produk mengalami kenaikan harga lebih dari 300 persen dibandingkan jika dijual di tempat lain. Faktor utama yang menyebabkan harga ini melambung adalah biaya operasional yang tinggi, termasuk sewa tempat yang mahal, standar keamanan yang lebih ketat, serta biaya distribusi dan logistik yang lebih rumit dibandingkan dengan toko ritel biasa. Selain itu, konsumen yang terjebak dalam lingkungan bandara dengan pilihan terbatas cenderung lebih mau membayar harga premium untuk kenyamanan dan kualitas layanan yang lebih baik.

Selain makanan dan minuman, lounge VIP telah menjadi daya tarik utama di berbagai bandara internasional. Sebelumnya, lounge hanya tersedia bagi penumpang kelas bisnis atau pelanggan loyal maskapai tertentu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, banyak bandara telah membuka akses lounge bagi penumpang ekonomi dengan sistem berlangganan atau pembayaran satu kali. Menurut laporan Bloomberg, permintaan terhadap lounge eksklusif meningkat hingga 30 persen pada tahun 2024, dengan banyak penumpang bersedia membayar lebih untuk kenyamanan dan fasilitas tambahan seperti makanan berkualitas, ruang kerja pribadi, serta layanan spa.

Operator bandara juga semakin kreatif dalam mengombinasikan ritel dan makanan untuk menarik lebih banyak pelanggan. Beberapa bandara telah mengadopsi konsep “dining meets shopping,” di mana restoran atau kafe ditempatkan di dalam toko-toko ritel, memungkinkan pelanggan untuk menikmati hidangan sambil berbelanja barang mewah. Di Bandara Charles de Gaulle Paris, misalnya, beberapa toko duty-free kini menawarkan pengalaman kuliner di dalamnya, memungkinkan pelanggan untuk menikmati sampanye premium atau hidangan eksklusif sambil melihat-lihat koleksi parfum atau fashion mewah.

Investasi dalam teknologi juga menjadi kunci utama dalam meningkatkan pengalaman pelanggan di bandara. Misalnya, Bandara Frankfurt menjadi yang pertama di Eropa yang memperkenalkan check-in biometrik untuk semua penumpang, sebuah inovasi yang bertujuan untuk mengurangi waktu antrian dan meningkatkan efisiensi perjalanan. Dengan adopsi teknologi ini, penumpang dapat melewati keamanan dan boarding hanya dengan pemindaian wajah, tanpa perlu menunjukkan paspor atau boarding pass. Menurut laporan dari CNBC, teknologi ini diharapkan dapat memangkas waktu tunggu hingga 50 persen, sehingga penumpang memiliki lebih banyak waktu untuk berbelanja atau menikmati layanan makanan dan minuman.

Sementara itu, di Amerika Serikat, beberapa bandara utama seperti Bandara Internasional Los Angeles (LAX) dan Bandara JFK di New York telah memperkenalkan konsep pemesanan makanan secara digital. Melalui aplikasi seluler atau kios otomatis, penumpang dapat memesan makanan dari berbagai restoran di dalam bandara dan mengambilnya di lokasi yang telah ditentukan, tanpa harus mengantri panjang. Menurut Forbes, bandara yang menerapkan sistem ini mengalami peningkatan pendapatan sebesar 15 persen dalam kategori makanan dan minuman, karena memungkinkan lebih banyak pelanggan untuk membeli dengan cepat dan efisien.

Selain itu, bandara juga mulai bekerja sama dengan merek-merek ternama untuk menghadirkan pengalaman kuliner eksklusif. Beberapa bandara utama kini memiliki restoran dari koki terkenal yang menawarkan hidangan berkualitas tinggi untuk para penumpang yang ingin menikmati makanan mewah sebelum keberangkatan. Contohnya, Bandara Changi di Singapura memiliki beberapa restoran kelas dunia yang menawarkan pengalaman bersantap yang lebih elegan dibandingkan pilihan makanan cepat saji yang umumnya tersedia di terminal.

Meskipun strategi ini memberikan peluang besar bagi operator bandara, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Salah satunya adalah persaingan yang semakin ketat antara restoran independen dan jaringan makanan cepat saji yang beroperasi di dalam bandara. Beberapa maskapai penerbangan juga mulai menawarkan pilihan makanan berkualitas tinggi di pesawat, yang dapat mengurangi minat penumpang untuk membeli makanan sebelum keberangkatan. Selain itu, meningkatnya kesadaran konsumen terhadap harga yang lebih mahal di bandara dapat mendorong mereka untuk mencari alternatif, seperti membawa makanan sendiri atau memanfaatkan fasilitas di lounge maskapai.

Dalam beberapa tahun ke depan, tren ini diperkirakan akan terus berkembang dengan adanya investasi besar dalam infrastruktur dan inovasi layanan. Bandara tidak hanya berfungsi sebagai tempat transit, tetapi juga sebagai pusat perbelanjaan dan hiburan bagi penumpang. Dengan meningkatnya jumlah pelancong yang mencari pengalaman unik selama perjalanan, bandara harus terus beradaptasi untuk memenuhi permintaan ini.

kontribusi penjualan makanan dan minuman terhadap pendapatan bandara di Indonesia belum tersedia, tren global menunjukkan bahwa bandara semakin mengandalkan sektor ini untuk meningkatkan pendapatan non-aeronautika. Dengan meningkatnya jumlah penumpang di bandara-bandara utama Indonesia, seperti Bandara Internasional Soekarno–Hatta dan Bandara Internasional Ngurah Rai, potensi peningkatan pendapatan melalui penjualan makanan dan minuman menjadi semakin signifikan.Selain itu, industri pengolahan makanan dan minuman di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan berkembangnya kelas menengah. Pertumbuhan ini mencerminkan peluang bagi sektor-sektor terkait, termasuk layanan makanan dan minuman di bandara, untuk memanfaatkan tren konsumsi yang meningkat.

Tren peningkatan pendapatan dari sektor makanan dan minuman telah menjadi bagian integral dalam strategi bisnis bandara. Dengan semakin banyaknya penumpang yang mencari pengalaman perjalanan yang lebih nyaman dan berkualitas, bandara harus terus berinovasi untuk memenuhi permintaan ini. Melalui kombinasi antara layanan eksklusif, teknologi canggih, dan konsep ritel yang lebih menarik, bandara dapat tetap relevan dan kompetitif di tengah perubahan dinamika industri penerbangan global. Ke depan, bandara yang mampu beradaptasi dengan tren ini akan lebih sukses dalam menarik lebih banyak pelanggan dan meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan.