(Vibizmedia – Kolom) Mencari pekerjaan di bidang teknologi pada tahun 2025 menjadi tantangan yang jauh lebih membingungkan dibandingkan sebelumnya. Di tengah ledakan permintaan terhadap peran-peran baru berbasis kecerdasan buatan (AI), para pencari kerja kini harus berhadapan dengan lanskap yang tidak hanya dipenuhi dengan istilah baru, tetapi juga dengan kekacauan dalam penamaan dan definisi pekerjaan.
Menurut Karin Kimbrough, Kepala Ekonom Global LinkedIn, situasi ini memperlihatkan betapa belum matangnya industri dalam mengelola transisi ke era AI. Ia menyatakan bahwa satu fungsi teknologi kini bisa saja memiliki hingga 40 variasi judul yang berbeda. Variasi tersebut melibatkan penggunaan istilah seperti “AI,” “machine learning,” “data,” atau “computer vision,” yang diikuti kata “engineer,” “developer,” atau “architect,” sering kali dipadukan dengan label tingkat seperti “senior,” “associate,” atau “specialist.”
“Ini bisa sangat membingungkan bagi pencari kerja yang bertanya-tanya, ‘Apakah ini sama dengan itu?’,” ujar Kimbrough.
Kondisi ini menjadi semakin pelik karena terjadi di tengah perubahan besar dalam dunia kerja teknologi. Permintaan terhadap keterampilan berbasis AI melonjak, sementara banyak peran tradisional di bidang IT mulai terancam oleh otomatisasi. Data dari asosiasi perdagangan CompTIA menunjukkan bahwa jumlah lowongan baru di bidang teknologi meningkat sedikit pada Maret 2025 menjadi lebih dari 213.000, sementara tingkat pengangguran sektor ini turun menjadi 3,1%, lebih rendah dibandingkan tingkat pengangguran nasional yang mencapai 4,2%.
Di saat yang sama, LinkedIn menemukan bahwa profesional dengan keterampilan di bidang AI direkrut sekitar 30% lebih cepat dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di bidang teknologi lainnya.
Namun, bagi para pencari kerja seperti Jack McVickar, perubahan ini membawa tantangan besar. Setelah terkena PHK dari perusahaan layanan TI ePlus awal tahun ini, McVickar mengaku menghabiskan lebih banyak waktu untuk meneliti deskripsi pekerjaan, fokus pada kata kunci utama, dan menghubungi jaringan kontak di perusahaan-perusahaan untuk memahami detail peran yang sebenarnya.
“Judul-judul itu sekarang benar-benar berantakan,” katanya. Ia juga menyatakan bahwa popularitas AI telah membuat hampir semua deskripsi pekerjaan teknologi menambahkan unsur AI, meskipun tugas sebenarnya tidak selalu berbeda jauh dari pekerjaan sebelumnya.
Platform pencarian kerja seperti LinkedIn dan Indeed kini berusaha beradaptasi dengan perubahan ini. Mereka tidak hanya memperbarui algoritma pencarian mereka, tetapi juga menggunakan teknologi AI untuk membantu mencocokkan kandidat dengan pekerjaan secara lebih efektif di tengah kekacauan penamaan peran.
Tetapi di balik layar, perusahaan-perusahaan pun menghadapi dilema serupa. Mereka harus menemukan keseimbangan antara membuat judul pekerjaan yang cukup spesifik untuk menarik talenta berkualitas dan cukup fleksibel untuk mengakomodasi perubahan teknologi yang sangat cepat.
Baca juga : Kondisi Ekonomi Indonesia Triwulan I 2025
Don Vu, Chief Data and Analytics Officer di New York Life, mengungkapkan bahwa ketika perusahaan memposting lowongan pekerjaan baru, mereka sering melihat bagaimana perusahaan-perusahaan teknologi papan atas seperti Google menamai peran mereka. Alasannya sederhana: adopsi judul yang terdengar canggih membantu menarik perhatian talenta terbaik dan memperkuat citra perusahaan sebagai pemain teknologi yang relevan.
Vu juga mencatat bahwa peran tradisional seperti data scientist kini mulai bergeser ke arah AI engineer, dengan penekanan yang lebih kuat pada keterampilan pengembangan perangkat lunak. Namun, ia mengakui bahwa saat ini masih terlalu dini untuk secara resmi mengubah struktur jabatan perusahaan.
Fenomena serupa juga terjadi di perusahaan lain. Misalnya, Carhartt, merek pakaian kerja ikonik, telah memperkenalkan peran machine learning engineer sekitar tiga tahun lalu. Namun, menurut Chief Information Officer Katrina Agusti, banyak proyek AI di Carhartt masih berada dalam kerangka kerja tradisional di tim data mereka. “Kami memang punya beberapa proyek pembelajaran mesin, tetapi banyak dari itu tetap berbasis AI konvensional, bukan generatif,” katanya.
Di sisi lain, Nationwide, salah satu perusahaan asuransi besar, memilih untuk tidak membuat peran baru seperti AI engineer. Menurut Chief Technology Officer Jim Fowler, setelah evaluasi awal, mereka menemukan bahwa pekerjaan AI bisa ditangani oleh software engineer yang sudah ada, tanpa perlu menambahkan judul baru.
“Pada awalnya kami pikir kami perlu menambahkan peran khusus AI,” ujarnya. “Tetapi kenyataannya, banyak dari tugas tersebut sebenarnya sudah dapat ditangani dalam kapasitas yang ada.”
Data dari Indeed menunjukkan pergeseran tren tersebut secara lebih luas. Porsi lowongan untuk software engineer turun dari 8,04% dari semua lowongan teknologi pada 2019 menjadi 5,92% pada 2025. Sementara itu, lowongan untuk AI/ML engineer, yang hampir tidak terdeteksi lima tahun lalu, kini mencapai 0,3% dari total lowongan teknologi di platform tersebut.
Perubahan nama dan peran dalam dunia teknologi bukanlah hal baru. Seiring kemajuan teknologi, evolusi dalam struktur dan fungsi organisasi memang sudah menjadi bagian dari dinamika industri. Namun, menurut Kimbrough, kecepatan perubahan saat ini luar biasa.
Dalam dua hingga tiga tahun terakhir, LinkedIn mencatat percepatan besar dalam evolusi pasar kerja, dengan sekitar 20% pekerja di Amerika Serikat yang mengisi posisi baru dalam 12 bulan terakhir, mengambil pekerjaan dengan judul yang belum pernah ada pada tahun 2000.
“I think that’s pretty stunning,” ujar Kimbrough.
Bagi para pencari kerja, kondisi ini menuntut strategi baru. Pertama, mereka harus lebih cerdas dalam menggunakan kata kunci saat mencari pekerjaan. Alih-alih terpaku pada judul pekerjaan tertentu, memahami teknologi yang digunakan, tanggung jawab yang diuraikan, dan keahlian yang dibutuhkan menjadi jauh lebih penting.
Kedua, membangun jaringan menjadi langkah strategis. Menghubungi karyawan yang sudah bekerja di perusahaan target untuk mendapatkan informasi tentang struktur internal bisa menjadi kunci untuk menafsirkan deskripsi pekerjaan yang ambigu.
Ketiga, pencari kerja perlu siap untuk fleksibilitas. Karena sifat teknologi AI yang cepat berubah, deskripsi pekerjaan hari ini bisa saja berubah dalam enam bulan ke depan, seiring perusahaan mengidentifikasi kebutuhan baru atau mengadopsi teknologi baru.
Dari sisi perusahaan, adaptasi juga masih berlangsung. Banyak perusahaan kini menggunakan prinsip trial and error dalam merancang struktur organisasi berbasis AI. Ada yang mengintegrasikan AI ke dalam struktur lama, ada pula yang membangun unit-unit baru khusus untuk AI dan teknologi terkait.
Apa pun pendekatannya, jelas bahwa dunia kerja teknologi sedang berada dalam periode transisi besar. Jika pada masa lalu karier teknologi bergerak dari mainframe ke PC, dari internet ke cloud, kini dunia memasuki fase AI generatif sebagai pendorong utama transformasi.
Pada akhirnya, baik perusahaan maupun pekerja harus beradaptasi dengan cepat. Untuk perusahaan, ini berarti membangun struktur kerja yang fleksibel dan cepat beradaptasi. Bagi pekerja, ini berarti kesiapan untuk terus belajar, mengasah keterampilan baru, dan menerima ketidakpastian sebagai bagian dari perjalanan karier di dunia teknologi masa depan.
Dalam beberapa tahun mendatang, konsolidasi nomenklatur mungkin akan terjadi, seiring dunia kerja menemukan keseimbangan baru. Namun untuk saat ini, para pencari kerja harus siap untuk menavigasi dunia teknologi yang penuh peluang — tetapi juga penuh ketidakjelasan — dengan ketekunan, kecerdasan, dan ketahanan.