ADB Perkirakan Ekonomi Asia-Pasifik Tumbuh 4,9 Persen pada 2025

0
393

(Vibizmedia – Finance) Laporan terbaru dari Asian Development Bank (ADB) yang diterima pada Rabu, 9 April 2025, mengungkapkan bahwa perekonomian negara-negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,9 persen pada tahun 2025, sedikit menurun dibandingkan pertumbuhan 5,0 persen pada tahun sebelumnya.

Laporan tersebut menyampaikan bahwa pertumbuhan kawasan masih akan ditopang oleh kuatnya permintaan domestik serta meningkatnya kebutuhan global terhadap semikonduktor, yang dipicu oleh kemajuan teknologi kecerdasan buatan. Namun demikian, potensi hambatan juga muncul dari meningkatnya tarif dan ketidakpastian dalam perdagangan internasional.

Dalam Asian Development Outlook (ADO) edisi April 2025, disebutkan bahwa proyeksi pertumbuhan regional diperkirakan kembali menurun menjadi 4,7 persen pada tahun berikutnya. Sementara itu, inflasi diprediksi terus melandai menjadi 2,3 persen tahun ini dan 2,2 persen pada 2026, seiring turunnya harga pangan dan energi secara global.

Proyeksi pertumbuhan tersebut disusun sebelum adanya pengumuman mengenai tarif baru dari Amerika Serikat pada 2 April 2025. Oleh karena itu, skenario dasar dalam laporan tersebut hanya mempertimbangkan tarif yang telah berlaku sebelumnya. Namun demikian, ADO edisi ini juga menyajikan analisis mengenai dampak potensial dari kenaikan tarif terhadap ekonomi kawasan Asia dan Pasifik.

Laporan ADB juga menyoroti bahwa meskipun ekonomi regional tergolong tangguh, dinamika kebijakan ekonomi dan perdagangan dari Amerika Serikat yang berubah lebih cepat dan signifikan dari yang diperkirakan tetap menjadi faktor risiko terhadap prospek ekonomi kawasan.

Disebutkan pula bahwa jika ketegangan geopolitik meningkat dan kebijakan perdagangan Amerika Serikat semakin tidak menentu, maka hal itu berpotensi memperlambat laju perdagangan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi di kawasan.

Kepala Ekonom ADB, Albert Park, menyampaikan bahwa fundamental ekonomi yang kuat tetap menjadi kekuatan utama bagi negara-negara Asia dan Pasifik untuk menghadapi ketidakpastian global. Ia menekankan pentingnya menjaga keterbukaan dalam perdagangan dan investasi guna mempertahankan pertumbuhan dan ketahanan ekonomi kawasan.

Lebih lanjut, laporan ini juga menyoroti bahwa pelemahan lanjutan di sektor properti Republik Rakyat Tiongkok (RRT), sebagai perekonomian terbesar di kawasan, dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan. RRT diperkirakan hanya akan tumbuh 4,7 persen tahun ini dan 4,3 persen pada 2026, turun dari 5,0 persen tahun lalu.

Meski demikian, pertumbuhan yang lebih tinggi di Asia Selatan dan Asia Tenggara—berkat permintaan domestik yang kuat dan pemulihan sektor pariwisata—diperkirakan dapat mengimbangi perlambatan dari RRT. India, sebagai ekonomi terbesar di Asia Selatan, diproyeksikan tumbuh 6,7 persen tahun ini dan 6,8 persen tahun depan. Sementara itu, negara-negara di Asia Tenggara diperkirakan mencatat pertumbuhan sebesar 4,7 persen untuk dua tahun berturut-turut.

Di kawasan Kaukasus dan Asia Tengah, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan melambat akibat melemahnya permintaan eksternal, dari 5,7 persen tahun lalu menjadi 5,4 persen tahun ini, dan 5,0 persen pada tahun depan. Sedangkan di kawasan Pasifik, sektor pariwisata masih menjadi pendorong utama pertumbuhan, meskipun dengan laju yang lebih rendah, yakni 3,9 persen pada 2025 dan 3,6 persen pada 2026, dibandingkan dengan 4,2 persen pada tahun sebelumnya.