(Vibizmedia-Nasional) Dinilai dapat memberikan peluang baru terhadap ekonomi dan hilirisasi sumber daya alam serta penguatan teknologi artificial intelligent (AI) dan robotik dalam menopang produktivitas industri nasional di masa depan, Kementerian Perindustrian dorong pengembangan kendaraan berbasis listrik.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi,dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengatakan pemerintah terus memacu penerapan teknologi dan peningkatan investasi di sektor otomotif nasional, termasuk mengakselerasi pengembangan kendaraan listrik roda dua, tiga, serta roda empat atau lebih yang berbasis baterai listrik maupun mild hybrid dan strong hybrid.
“Saat ini, kami telah merampungkan regulasi terkait peta jalan kendaraan listrik berbasis baterai listrik yang merupakan turunan Perpres 55/2019,” terang Taufiek dalam keterangannya, pada Senin, 9 November 2020.
Menurutnya, potensi pengembangan kendaraan listrik juga membuka prospek bisnis baru, seperti pengembangan kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) yang saat ini masih memberikan kontribusi hingga 99% terhadap PDB industri otomotif nasional.
“Pada tahun 2025 nanti, ditargetkan sebesar 20 persen produksi otomotif nasional adalah kendaraan listrik seperti hybrid, plug in hybrid, dan mobil EV berbasis baterai,” jelasnya.
Untuk itu, pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai sejalan dengan animo investasi baterai listrik dan kendaraan listrik yang semakin meningkat di Indonesia. Hal ini mengingat bahan baku nikel, cobalt dan mangan cukup melimpah di tanah air yang bisa menjadi tulang punggung dalam upaya pengembangan kendaraan listrik.
Selain itu, pendalaman struktur industri kendaraan listrik telah dipersyaratkan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hingga tahun 2030 dengan program Incompletely Knock Down (IKD) atau Completely Knock Down (CKD) yang dipacu untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal di dalam negeri.
“Secara bertahap kita menguasai baterai listrik, dan produksi kendaraan listrik di dalam negeri,” tegasnya.
Taufiek Bawazier menambahkan usia baterai listrik bisa mencapai 10-15 tahun. Artinya, sepuluh tahun ke depan perlu dipersiapkan fasilitas recycling (daur ulang) untuk memperoleh nilai tambah baru baik berupa material di dalamnya seperti lithium, nikel, cobalt, mangan dan copper.
Penguasaan teknologi recycling, lanjutnya, perlu dipikirkan dari sekarang seperti hydrometalurgi dan juga penggunaan teknologi AI dan robotik termasuk skill baru dalam pemrosesan baterai listrik.
Baterai listrik terdiri dari cell, modul dan pack yang masing masing diikat kuat oleh perekat yang membutuhkan keahlian khusus mengingat prasarat safety dan treatment baterai listrik berbeda dengan treatment baterai non-lithium.
“Setiap cell atau modul, dan pack berbeda bentuk, ada yang silinder atau prismatik. Semuanya berbeda tipe di setiap mobil listrik,” katanya.
Dengan demikian mengingat kompleksitas proses daur ulang baterai listrik, diperlukan penggunaan teknologi modern dalam proses tersebut.
“AI dan robotik menjadi diperlukan untuk mengurangi kesalahan dalam proses daur ulang sehingga potensi kecelakaan menjadi berkurang,” ucapnya.
Proses daur ulang dapat meningkatkan pemanfaatan material, baik lithium dan mangan yang berupa carbonat dan nikel serta cobalt berupa sulfat yang dapat diperoleh dengan maksimal sehingga proses circular ekonominya mencapai titik optimal.
“Namun demikian, yang terpenting adalah mobil listrik dan baterai listrik dapat diproduksi di dalam negeri. Investasi ke arah sana tentunya dipersiapkan untuk membuka tenaga kerja dengan skill yang baru dan meningkatkan hilirisasi sumber daya alam nasional berupa nikel, cobalt, maupun mangan,” tambahnya.