(Vibizmedia-Kolom) Indonesia bercita-cita menjadi negara yang maju, perkiraan banyak pihak Indonesia akan menjadi negara maju pada tahun 2045. Data-data menunjukkan Indonesia pada tahun 2045, penduduknya akan berjumlah 318 juta jiwa. 65% diantaranya adalah penduduk berusia produktif dengan 73% tinggal di perkotaan dan 70% berada di kelas menengah. Pada tahun 2045 ekonomi Indonesia masuk lima besar dunia. Pendapatan perkapita diperkirakan USD23.199. Beralih ke sektor-sektor produktif dan terjadinya pertumbuhan sektor-sektor jasa.
Prasyarat Indonesia untuk sampai ke Indonesia Maju 2045 adalah kesiapan infrastruktur, kualitas dan daya saing sumber daya manusia, kesiapan teknologi, perencanaan kewilayahan, memiliki ekonomi keuangan dan APBN yang sehat, stabilitas makro, stabilitas politik dan aturan hukum.
Indonesia saat ini adalah negara berpenghasilan menengah ke atas – upper middle income. Cuplikan overview dari world bank tentang Indonesia menyatakan; Today, Indonesia is the world’s fourth most populous nation, the world’s 10th largest economy in terms of purchasing power parity, and a member of the G-20. Furthermore, Indonesia has made enormous gains in poverty reduction, cutting the poverty rate by more than half since 1999, to 9.78% in 2020. Prior to the Covid-19 crisis, Indonesia was able to maintain a consistent economic growth, recently qualifying the country to reach the upper middle income status.
Tahun 2019 Indonesia mencapai pendapatan per kapita sebesar USD4.144, dengan tingkat pendapatan ini Indonesia tidak lagi disebut negara berpenghasilan menengah ke bawah – lower middle income, namun menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas – upper middle income. Indonesia mengalami perkembangan yang semakin membaik dalam pertumbuhan pendapatan per kapita, sejak tahun 1967 hingga sekarang tahun 2019.
PDB Perkapita Indonesia 1967 – 2019
Namun pertumbuhan pendapatan perkapita yang meningkat, tidak menjamin bahwa Indonesia akan menjadi negara maju. Sudah banyak negara-negara yang berhasil masuk sebagai negara menengah ke atas, namun tetap ada pada kondisi yang sama. Ekonomi berpenghasilan rendah didefinisikan sebagai negara dengan PNB per kapita, dihitung menggunakan metode Atlas Bank Dunia, sebesar USD1.035 atau kurang pada tahun 2019; ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah adalah mereka yang memiliki PNB per kapita antara USD1.036 dan USD 4.045; Ekonomi berpenghasilan menengah ke atas adalah negara dengan PNB per kapita antara USD 4.046 dan USD 12.535; Ekonomi berpenghasilan tinggi adalah negara dengan PNB per kapita USD12.536 atau lebih.
Tabel Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi
Dari bagan ini terlihat Brazil, Malaysia, Meksiko, Thailand, tetap sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas – upper middle income setelah melewati waktu yang lama, seperti Malaysia sudah 20 tahun, Meksiko 28 tahun, Brazil 25 tahun, Thailand 12 tahun. Indonesia baru tahun ini masuk ke dalam negara berpenghasilan menengah ke atas. Singapura setelah 10 tahun, Jepang setelah 11 tahun dan Korea Selatan 6 tahun kemudian masuk sebagai negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi.
Belajar dari Singapura, Jepang dan Korea Selatan untuk menjadi negara maju, persyaratannya adalah memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi mereka saat ini stabil di atas 8%, kecuali Jepang yang pernah mengalami shock, hingga bertumbuh di bawah 4%. Sedangkan Brazil, Malaysia, Meksiko, Thailand, pertumbuhan ekonominya di bawah 5,25%, bahkan di bawah 3,3%, hingga belum lulus untuk menjadi negara maju.
Indonesia sebelum pandemi telah memiliki momentum pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, karena perbaikan struktural yang dilakukan. Seperti pembangunan infrastruktur, juga reformasi birokrasi, dan sekarang masuk dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Regulasi masih perlu dilakukan penyederhanaan. Tantangan untuk menjadi negara maju tidaklah sedikit, adanya krisis keuangan global, tekanan dari dalam negeri, krisis utang, isu geopolitik, perang dagang dan saat ini ada tantangan pandemi yang menyebabkan terjadinya kontraksi ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia. Perubahan iklim dan juga disrupsi teknologi.
Indonesia dihadapkan pada masalah struktural dalam hal produktivitas. Sekitar 12,33% dari total penduduk bekerja berpendidikan tinggi (Diploma ke Atas). SD ke Bawah 49,96 juta orang (38,89%), SMP 23,47 Juta Orang (18,27%), SMA 24,34 juta orang (18,95%), SMK 14,85 juta orang (11,56%). Kondisi ini adalah tantangan bagi Indonesia untuk meningkatkan produktifitas. Perlu dipikirkan adalah adanya pendidikan vokasi yang bisa membuat percepatan peningkatan kualitas pendidikan angkat kerja Indonesia. Kerjasama antara akademisi, swasta, pemerintah dibutuhkan untuk Indonesia Maju. Peran serta private sector adalah membuat pertumbuhan kualitas dari sumber daya manusia melalui transformasi teknologi yang digunakan perusahaan. Selain itu diperlukan semangat untuk berinovasi, melakukan kreatifitas dan memiliki nilai-nilai luhur dalam kehidupannya.
Tahun 2019, Indonesia menempati urutan ke-50, turun lima tingkat dari tahun terakhir. Penurunan skor Global Competitive Index (GCI) secara keseluruhan kecil dan kinerjanya pada dasarnya tidak berubah. Indonesia peringkat keempat di ASEAN, di belakang Singapura (1), Malaysia (27) dan Thailand (40). Kekuatan utama Indonesia adalah ukuran pasarnya (82,4, 7) dan stabilitas makroekonomi (90,0, 54). Mengenai kinerjanya di pilar indeks lainnya, masih ada ruang yang cukup untuk peningkatan. Indonesia membanggakan budaya bisnis yang dinamis dan sistem keuangan yang stabil – keduanya adalah peningkatan selama 2018 – dan tingkat adopsi teknologi yang tinggi, inovasi tetap terbatas tetapi terus meningkat. Dari kondisi ini tercermin kembali pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Ease of Doing Business 2020
Kalau melihat dari indikator bagaimana kenyamanan berbisnis di Indonesia, maka terlihat Indonesia masih tertinggal dari negara-negara tetangganya. Indonesia tertinggal bahkan dari Vietnam. Laporan ini bisa memberikan kejelasan mengapa pemerintah merasakan perlunya ada pembenahan di Indonesia. Apakah sudah dilakukan pembenahan? Sudah, tapi belum cukup. Indonesia menjadi negara yang banyak melakukan reformasi untuk mempermudah bisnis dan investasi pada era kepemimpinan Jokowi. Kemudahan untuk memulai bisnis sudah dengan cepat dilakukan. Kemudahan ini tidak bicara tentang PMA saja namun PMDN juga sebenarnya mempunyai potensi yang besar. Bahkan kalau bicara pengusaha UMKM maka jumlahnya akan sangat besar.
Pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dan UU Cipta Kerja
Sekarang apa hubungannya pertumbuhan ekonomi, penanaman modal dan penciptaan lapangan kerja? Tentu jawaban ini mudah saja, pertumbuhan ekonomi sudah pasti memerlukan penanaman modal dan penanaman modal pastilah menciptakan lapangan kerja dan Indonesia menarik karena banyaknya tenaga kerja usia produktif ada di Indonesia atau yang dikenal bonus demografi. Tujuan inilah yang mendasari mengapa Indonesia memerlukan sebuah reformasi undang-undang yang bertujuan menciptakan lapangan pekerjaan. Potensi Indonesia yang besar perlu disertai dengan kesederhanaan dalam pengurusan dengan cepat. Data World Bank masih menyebutkan construction permit di Indonesia masih perlu 200 hari, Indonesia ranking 110 di dunia. Kondisi inilah yang membuat Indonesia memerlukan penyederhanaan undang-undang agar kompetitif bersaing dengan negara lain.
Dengan teknik Omnibus Law, sekitar 80 Undang-Undang dan lebih dari 1.200 pasal bisa direvisi sekaligus hanya dengan satu UU Cipta Kerja yang mengatur multisektor. UU cipta kerja memiliki 11 klaster yaitu: penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, – kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan umkm- investasi dan proyek pemerintah, kawasan ekonomi.
UU Cipta Kerja bermanfaat untuk memperbaiki iklim investasi dan mewujudkan kepastian hukum. Menaikkan kemudahan berusaha dari peringkat 73 tahun 2020 ke posisi 53 dunia. Menghilangkan kebijakan horizontal & vertikal saling berbenturan. Menghilangkan fenomena hyper regulation (regulasi berlebihan), kebijakan yang tidak efisien, UU yang bersifat sektoral, sering tidak sinkron & tidak ada kepastian hukum, indeks regulasi Indonesia masih rendah.
UU Cipta Kerja menciptakan jalan untuk Indonesia memiliki daya saing dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Tidak diragukan lagi kerja keras masih dibutuhkan setelah adanya UU Cipta Kerja ini. Khususnya di masa pandemi ini, para pengusaha tetap tidak berhenti mencari peluang, Indonesia butuh kerja dan pemerintah tidak berhenti untuk memberikan fasilitas. Harapan besar justru ada pada UU Cipta Kerja ini, sebab akan menciptakan lapangan pekerjaan di tengah sulitnya perekonomian, di tengah sulitnya mencari pekerjaan. Indonesia perlu segera bangkit dan kembali mengejar visi Indonesia maju tercapai pada tahun 2045. Untuk kemajuan Indonesia, Presiden Jokowi memberikan lima arahan strategis dalam hal pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi. Diperlukan kerja keras, ketekunan dan determinasi untuk meraih Indonesia maju 2045.