Bioavtur: Solusi Hijau untuk Masa Depan Penerbangan

0
309
Sustainable Aviation Fuel
Ilustrasi Sustainable Aviation Fuel (SAF). FOTO: PERTAMINA

(Vibizmedia-Kolom) Pertamina dan Garuda Indonesia berhasil melaksanakan penerbangan komersial perdana berbahan bakar ramah lingkungan menggunakan Bioavtur atau Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) J2.4, pada beberapa waktu lalu, dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta) dan kembali ke Jakarta. Ini menjadi tonggak sejarah industri aviasi yang menggunakan SAF J2.4 sebagai solusi bahan bakar pesawat yang lebih ramah lingkungan.

J2.4 adalah singkatan dari Jet Fuel 2.4. Angka “2.4” menandakan persentase campuran bioavtur berbasis minyak sawit, yaitu sebesar 2.4%, dengan avtur konvensional (fosil). Campuran ini dirancang untuk mengurangi emisi karbon dalam penerbangan sambil memastikan performa yang sebanding dengan bahan bakar jet tradisional.

Harga Avtur Rute Internasional
Sumber: Pertamina, Juli 2024

Harga avtur rute internasional turun menjadi USD89,7 per liter pada Juli 2024. Faktor ini yang membuat biaya operasional maskapai dan harga tiket pesawat jadi melambung tinggi. Pemilik maskapai Air Asia, Tony Fernandes mengungkapkan kepada media beberapa waktu lalu, bahwa harga yang dijual Pertamina paling tinggi se-Asia Tenggara, menyebabkan mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia.

Penyebabnya adalah minimnya penyedia avtur di Indonesia. Bila dibandingkan dengan Malaysia, terdapat beberapa pemasok avtur dari perusahaan berbeda, sementara Indonesia masih dipasok sepenuhnya oleh PT Pertamina.

Perjalanan Sustainable Aviation Fuel (SAF)

Pertamina SAF diinisiasi Research & Technology Innovation Pertamina dengan melakukan riset pengembangan produk dan katalis pada 2010 lalu. Dilanjutkan proses pengembangan dan uji coba katalis dilakukan sejak 2015 hingga 2019 dan beberapa kali dilakukan uji statis produksi SAF bersama Pertamina, ITB, LAPAN, BPPT, ESDM dan Kementerian Perhubungan.

Di tahun 2020-2021, Pertamina SAF melalui serangkaian uji coba pada mesin dan unit pesawat. Dimulai dari cell test di fasilitas milik Garuda Maintenance Facility (GMF), ground run, flight test pada pesawat militer CN-235 milik PT. Dirgantara Indonesia. PT Kilang Pertamina Internasional memproduksi SAF J2.4 pada tahun 2021 di Refinery Unit IV Cilacap dengan teknologi Co-Processing dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) dengan kapasitas 1.350 kilo liter (KL) per hari.

Pada tanggal 4 Oktober 2023, uji terbang pesawat komersial milik Garuda Indonesia pada pesawat Boeing 737-800 NG milik PT Garuda Indonesia pun dilakukan. Penerbangan komersial perdana dilakukan pada 27 Oktober 2023 menggunakan Pertamina SAF atau Bioavtur dari Bandara Soekarno-Hatta (Tangerang) menuju Bandara Adi Soemarmo (Surakarta) dan kembali ke Jakarta.

Alasan Bioavtur Prioritas dalam Industri Penerbangan

Mengurangi Emisi Karbon Secara Signifikan

Terbuat dari bahan baku terbarukan seperti limbah organik dan minyak nabati, dapat mengurangi emisi karbon hingga 80% dibandingkan dengan bahan bakar fosil tradisional. Dengan industri penerbangan menyumbang sekitar 2-3% dari emisi global, transisi ke bioavtur adalah langkah krusial dalam mencapai target net-zero emissions.

Mendukung Tujuan Keberlanjutan Global

Pemerintah dan organisasi internasional, termasuk ICAO dan IATA, menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi di sektor penerbangan. Bioavtur menjadi bagian penting dari strategi global untuk mewujudkan penerbangan yang lebih ramah lingkungan.

Memanfaatkan Sumber Daya Terbarukan

Bioavtur memanfaatkan bahan baku terbarukan seperti minyak jelantah, residu tanaman, dan biomassa, sehingga membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak berkelanjutan dan berisiko terhadap ketahanan energi jangka panjang.

Mendorong Inovasi dan Ekonomi Hijau

Pengembangan dan penggunaan bioavtur dapat menciptakan peluang ekonomi baru, termasuk pekerjaan di sektor energi terbarukan dan inovasi teknologi. Hal ini juga mendorong investasi dalam penelitian dan pengembangan bahan bakar berkelanjutan.

Mengurangi Jejak Lingkungan Penerbangan

Selain emisi karbon, pembakaran bioavtur menghasilkan lebih sedikit polutan seperti sulfur dan partikulat halus, yang berkontribusi pada peningkatan kualitas udara dan mengurangi dampak kesehatan yang terkait dengan penerbangan.

Meningkatkan Citra dan Daya Saing Maskapaiv

Maskapai yang menggunakan bioavtur dapat meningkatkan citra keberlanjutan mereka, menarik lebih banyak pelanggan yang peduli dengan lingkungan, dan memenuhi permintaan yang meningkat untuk penerbangan ramah lingkungan.

Dukungan Kebijakan dan Insentif Pemerintah

Banyak negara mulai memberikan insentif dan regulasi yang mendorong penggunaan bioavtur, menjadikannya prioritas strategis bagi industri penerbangan untuk beradaptasi dan mematuhi standar baru.

Kendala yang Dihadapi

Bioavtur berbasis kelapa sawit belum bisa termonetisasi dengan baik, salah satunya dikarenakan harga yang masih tinggi. Sementara dari sisi pasokan bioavtur sangat melimpah, Namun dalam praktiknya tidak semudah itu. Indonesia masih harus mengkaji berbagai formula untuk mensiasati mahalnya penggunaan produksi bioavtur sebagai bahan bakar pesawat. Pertamina sudah didorong pemerintah untuk bisa memproduksi bioavtur secara mandiri bahkan jalinan kerjasama juga sudah dilakukan dengan pabrikan pesawat terbang dari Airbus hingga Boeing.

Tingginya harga bioavtur ini tentu tidak bisa ditanggung sepenuhnya oleh para maskapai penerbangan. Untuk itu, pemerintah sedang melakukan kajian sesuai dengan standar yang ada apakah perlu dibebankan kepada para penumpang pesawat. Salah satu contoh adalah seperti yang diterapkan di Singapura.

Di Singapura, ada biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge) yang dikenakan kepada penumpang sebagai upaya untuk mengimbangi fluktuasi harga bahan bakar, termasuk bioavtur. Kebijakan ini memungkinkan maskapai tetap dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih stabil tanpa sepenuhnya menanggung kenaikan harga bahan bakar.

Program ke Depan

Distribusi SAF ini menunjukkan komitmen Pertamina Patra Niaga dalam menyediakan solusi bahan bakar berkelanjutan untuk industri penerbangan, yang sejalan dengan upaya global untuk menekan emisi karbon dan mencapai target dekarbonisasi.

Kolaborasi antara maskapai penerbangan, produsen bahan bakar, dan pemerintah dalam produksi dan penyediaan SAF. Pemerintah Indonesia menetapkan target penggunaan SAF sebesar 2% dari total konsumsi avtur pada tahun 2025 dan meningkat secara bertahap hingga 10% pada tahun 2030.

Bandara-bandara utama seperti Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, dan Juanda diharapkan menjadi pusat penyaluran SAF. Pengembangan infrastruktur untuk penyimpanan dan distribusi SAF juga sedang dilakukan. Pemerintah juga sedang menyusun regulasi untuk mendukung penggunaan SAF, termasuk insentif, seperti pengurangan pajak atau subsidi bagi maskapai yang beralih ke bahan bakar ini.

Pertamina sendiri, melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menargetkan untuk memproduksi bioavtur 100% pada 2026 mendatang. Untuk mencapai target bioavtur 100%, maka KPI tengah menyelesaikan fase 2 Green Refinery Cilacap dengan kapasitas produksi sekitar 6.000 barel per hari (bph) untuk bioavtur dan bahan bakar hijau lainnya.

“Dari sisi pabrik, kita saat ini sedang mengembangkan untuk bisa memproduksikan 100% bioavtur, rencananya di 2026 bisa on stream. Bisa on stream 2026 dan bahan bakunya, bahan bakunya pun nanti bisa multiple feedstock,” ungkap Direktur Utama PT KPI Taufik Aditiyawarman dalam keterangannya ke media beberapa waktu lalu.

Produksi bioavtur mencapai 100% bukan hanya memanfaatkan bahan baku minyak sawit, tapi bisa juga minyak jelantah hingga lemak binatang. Pada tahun 2030 mendatang, penerapan campuran 5% bioavtur. Selain itu juga, apabila produksi dari kilang dalam negeri masih berlebih, maka produk bioavtur bisa diekspor dengan target pada negara yang mengadopsi SAF dalam penerbangan komersial, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Asia Pasifik, Australia dan Timur Tengah.