Kemenperin Ajukan Usulan Insentif untuk Tingkatkan Kinerja Industri Otomotif

0
174

(Vibizmedia – Jakarta) Industri otomotif diperkirakan menghadapi tantangan berat untuk terus bertumbuh, dengan hambatan seperti pelemahan daya beli masyarakat, kenaikan suku bunga kredit kendaraan bermotor, serta kebijakan baru seperti kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dan penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang akan berlaku pada 2025. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan kinerja industri otomotif, yang diproyeksikan berimbas pada sektor-sektor terkait.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Setia Darta, dalam sebuah diskusi bertajuk “Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah” menyampaikan bahwa industri otomotif memiliki kontribusi signifikan terhadap PDB nasional, tetapi diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp4,21 triliun pada 2024, yang akan memengaruhi sektor backward linkage sebesar Rp4,11 triliun dan forward linkage sebesar Rp3,519 triliun.

Untuk menjaga daya saing dan keberlanjutan industri otomotif nasional, Kementerian Perindustrian telah mengusulkan berbagai insentif kepada pemangku kebijakan. Di antaranya adalah pemberian PPnBM ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3% untuk kendaraan hybrid, insentif PPN DTP sebesar 10% untuk kendaraan listrik (EV), serta penundaan atau keringanan atas kebijakan opsen PKB dan BBNKB. Saat ini, 25 provinsi, termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah, telah menerbitkan regulasi relaksasi opsen PKB dan BBNKB sebagai bentuk dukungan terhadap industri otomotif.

Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menegaskan pentingnya dukungan kebijakan untuk mengurangi dampak opsen pajak kendaraan bermotor agar industri tetap tumbuh. Ia juga mendorong agar semua kendaraan berteknologi elektrifikasi (HEV, PHEV, dan BEV) memperoleh insentif berdasarkan kontribusinya dalam menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM).

Pengamat otomotif dari LPEM Universitas Indonesia, Riyanto, menambahkan bahwa pasar otomotif membutuhkan intervensi segera mengingat kondisi yang semakin sulit. Pemberian insentif, menurutnya, akan memberikan dampak positif pada perekonomian, meningkatkan kontribusi industri otomotif terhadap PDB, serta menciptakan tambahan lapangan kerja. Ia juga mengusulkan agar insentif PPnBM untuk mobil murah dikembalikan ke 0% dari tarif 3% saat ini, serta mempertimbangkan insentif untuk mobil pertama, lokalisasi, ekspor, dan penelitian serta pengembangan.

Berdasarkan analisis LPEM Universitas Indonesia, penurunan tarif PPnBM dapat meningkatkan kontribusi industri otomotif terhadap PDB, dengan potensi mencapai Rp194 triliun jika PPnBM diturunkan menjadi 0%. Selain itu, sektor ini dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, dengan tambahan hingga 23.221 orang pada skenario PPnBM 0%. Dukungan ini diharapkan mampu menjaga daya saing industri otomotif nasional, baik di pasar domestik maupun global.