Elon Musk tentang Sekolah, Gelar, dan Masa Depan Pendidikan

Jadi menurut Elon, sekolah itu lebih untuk bersenang-senang dan membuktikan bahwa orang bisa menyelesaikan tugas-tugas, bukan untuk belajar. Dia bahkan ingin memastikan bahwa proses rekrutmen di Tesla tidak mencantumkan syarat “wajib lulusan universitas”—karena itu konyol. Tapi tetap harus ada bukti kemampuan luar biasa.

0
184
Sekolah

(Vibizmedia – Kolom) “Sebenarnya, tidak perlu memiliki gelar sarjana, bahkan ijazah SMA pun tidak dibutuhkan,” demikian penuturan Elon Musk tentang sekolah dalam sebuah wawancara dengan Auto Bild TV, 5 November, 2014. Maksud dia, jika seseorang lulus dari universitas ternama, itu mungkin menjadi indikasi bahwa dia mampu melakukan hal-hal hebat—tapi itu tidak selalu demikian. Kalau kita lihat orang-orang seperti Bill Gates, Larry Ellison, Steve Jobs—mereka semua tidak lulus kuliah. Tapi kalau punya kesempatan untuk mempekerjakan mereka, tentu saja itu ide yang bagus.

Jadi, yang dia cari adalah bukti kemampuan luar biasa. Jika ada rekam jejak prestasi luar biasa, besar kemungkinan itu akan berlanjut di masa depan. Paling penting adalah bisa belajar sendiri. Semuanya tersedia secara gratis. Siapapun bisa mempelajari apa pun yang dia inginkan secara cuma-cuma. Ini bukan soal kemampuan belajar.

Baca juga : Elon Musk Gabungkan xAI dan X

Tentu, perguruan tinggi punya nilai tertentu—misalnya untuk melihat apakah seseorang bisa bekerja keras menyelesaikan tugas-tugas yang membosankan. Apakah mereka tetap bisa menyelesaikan pekerjaan rumah mereka? Tetap bertahan dan menyelesaikan semuanya? Itulah nilai utama dari kuliah. Juga, mungkin orang ingin bergaul dengan orang-orang seumuranmu dulu, sebelum langsung masuk ke dunia kerja.

Jadi menurut Elon, sekolah itu lebih untuk bersenang-senang dan membuktikan bahwa orang bisa menyelesaikan tugas-tugas, bukan untuk belajar. Dia bahkan ingin memastikan bahwa proses rekrutmen di Tesla tidak mencantumkan syarat “wajib lulusan universitas”—karena itu konyol. Tapi tetap harus ada bukti kemampuan luar biasa. Jika orang ingin melakukan sesuatu yang luar biasa, maka orang itu harus menunjukkan kemampuan yang luar biasa.

Musk tidak menganggap kuliah sebagai bukti kemampuan luar biasa. Bahkan idealnya orang justru keluar dari kuliah dan langsung melakukan sesuatu. Lihat saja Gates—dia keluar kuliah dan melakukan sesuatu yang luar biasa. Jobs juga. Larry Ellison juga begitu. Apakah Shakespeare pernah kuliah? Mungkin tidak.

Elon membuat sekolah kecil sendiri untuk anaknya. “Namanya Ad Astra, yang berarti menuju bintang. Sekolah ini berbeda dari kebanyakan sekolah lain.” Ujar Elon. Ad Astra tidak ada sistem kelas seperti kelas satu, dua, tiga, dan seterusnya. Tidak ada, semua anak harus belajar hal yang sama pada waktu yang sama seperti jalur perakitan. Karena ada anak yang suka bahasa, ada yang suka matematika, ada yang suka musik. Masing-masing anak punya bakat dan kemampuan berbeda pada waktu yang berbeda, jadi lebih masuk akal kalau pendidikan disesuaikan dengan minat dan kemampuan mereka.

Itu prinsip pertama. Prinsip kedua adalah pentingnya mengajarkan penyelesaian masalah—mengajarkan berdasarkan masalah, bukan berdasarkan alat. Misalnya, orang ingin mengajarkan bagaimana mesin bekerja. Pendekatan tradisional akan mengajarkan tentang obeng, kunci pas, dan sebagainya terlebih dulu. Orang mungkin akan mengikuti mata kuliah tentang obeng, lalu tentang kunci pas, dan seterusnya. Ini cara yang sangat sulit.

Cara yang jauh lebih baik adalah, ini mesinnya, mari kita bongkar. Bagaimana cara membongkarnya? Oh, orang butuh obeng—itulah gunanya obeng. Orang butuh kunci pas—itulah gunanya kunci pas. Maka pada titik itu, relevansi alat-alat tersebut menjadi jelas.

Elon mengatakan, “Ya, anak-anak semua di sekolah itu, dari pra-sekolah. Sekolah itu baru berjalan satu tahun. Mereka menyukainya. Mereka benar-benar suka. hanya merasa bahwa sekolah-sekolah biasa tidak melakukan hal-hal yang menurut seharusnya mereka lakukan. Mereka tidak mengikuti prinsip-prinsip tadi. Jadi pikir, kenapa tidak kita buat sendiri saja?”

Kalau orang pikir-pikir, pendidikan itu sebenarnya seperti proses mengunduh data dan algoritma ke dalam otakmu. Tapi proses ini luar biasa buruk dalam pendidikan konvensional. Seharusnya tidak menjadi beban berat. Semakin orang bisa membuat proses belajar terasa seperti permainan video, semakin baik.

Tidak pernah perlu menyuruh anak-anak bermain video game. justru harus mengambilnya dari tangan mereka seperti mencabut narkoba. sayangnya, pendidikan hari ini sangat membosankan. Ada seseorang berdiri di depan kelas memberikan kuliah yang sama selama 20 tahun dan sudah tidak bersemangat lagi. Kurangnya semangat itu menular ke murid-murid. Mereka pun tidak semangat, tidak tahu kenapa mereka ada di sana.

Banyak hal yang dipelajari orang mungkin sebenarnya tidak perlu dipelajari, karena mereka tidak akan menggunakannya lagi di masa depan. Kita seharusnya bertanya, kenapa kita mengajarkan hal-hal ini? Dan kita juga harus memberi tahu murid kenapa mereka mempelajari sesuatu. Banyak anak di sekolah yang bingung kenapa mereka di sana.

Kalau orang bisa menjelaskan alasan di balik sesuatu, itu membuat motivasi meningkat drastis. Mereka mengerti tujuannya. Dan itu penting. Dan juga harus dibuat menyenangkan.

Pendidikan konvensional harus direformasi besar-besaran. Analogi yang sering dipakai adalah begini, orang pernah nonton film Batman—yang versi Christopher Nolan? Luar biasa, kan? Efek spesial keren, naskah bagus, aktor hebat, audio sempurna. Sangat menarik.

Tapi bayangkan kalau orang punya naskah yang sama, tapi bukan difilmkan. Malah dipentaskan oleh kelompok drama lokal di tiap kota kecil. Mereka pakai kostum buatan sendiri, loncat-loncat di atas panggung, kadang salah ucap, tidak mirip aktor aslinya, tanpa efek visual. Itu pasti jelek sekali.

Pada dasarnya, orang ingin pendidikan sedekat mungkin dengan video game. Maksudnya video game yang bagus—orang tidak perlu menyuruh anak main game, mereka akan bermain dengan sendirinya seharian. Kalau orang bisa membuat proses belajar seinteraktif dan semenarik itu, pendidikan akan jauh lebih menarik dan lebih mudah dilakukan.

Orang juga harus memisahkan tingkat kelas dari mata pelajaran. Biarkan orang berkembang secepat mungkin sesuai minat mereka di setiap bidang. Ini kelihatan seperti sesuatu yang sangat jelas.

Sebagian besar pengajaran hari ini seperti vaudeville—teater kuno. Tidak menarik. Ada orang berdiri di depan dan mengulang kuliah yang sama bertahun-tahun. Mereka sendiri pun tidak terlibat sepenuh hati.

Pendidikan universitas sering kali tidak dibutuhkan. Bukan berarti tidak dibutuhkan untuk semua orang, tapi orang bisa mempelajari sebagian besar yang akan orang pelajari di sana hanya dalam dua tahun pertama, dan sebagian besar itu orang pelajari dari teman sekelas, bukan dari dosen.

Banyak perusahaan memang ingin melihat gelar, karena itu menunjukkan orang punya ketekunan untuk menyelesaikan sesuatu. Tapi jika tujuanmu adalah membangun perusahaan, maka tidak ada gunanya menyelesaikan kuliah.

Dan sistem yang membuat semua orang maju dalam satu jalur yang sama—dari kelas 5 ke 6 ke 7, semua belajar hal yang sama pada saat yang sama—itu seperti jalur perakitan. Tapi manusia bukan benda di jalur perakitan. Itu ide yang konyol.

Ada sekolah-sekolah bagus di luar sana. Tapi kesalahan utama yang dibuat dalam pendidikan adalah guru tidak menjelaskan alasan kita belajar sesuatu. Anak-anak langsung dimasukkan ke pelajaran matematika tanpa tahu tujuannya. Jadi otak kita, yang berevolusi untuk menyaring informasi yang tidak relevan, akan membuang itu. Kita disuruh menghafal sesuatu yang tidak kita pahami tujuannya, dan itu menciptakan disonansi kognitif.

Kita merasa itu tidak relevan, tapi kita harus mengingatnya supaya tidak dihukum. Maka penting sekali untuk menjelaskan alasan di balik sesuatu. Dan memilih sebuah masalah untuk dipecahkan, lalu menggunakan berbagai alat pendidikan untuk menyelesaikannya—seperti matematika, fisika, atau ekonomi—jauh lebih menarik daripada hanya mengajarkan alat-alat itu tanpa konteks.