Kemenperin Dukung Pengetatan Pengawasan PLB dan Kawasan Berikat untuk Lindungi Industri Nasional

0
265

(Vibizmedia – Jakarta) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang berencana memperketat pengawasan di Pusat Logistik Berikat (PLB) dan Kawasan Berikat (KB). Langkah ini dinilai strategis untuk menekan laju impor produk jadi berharga murah yang membanjiri pasar domestik dan menggerus daya saing industri nasional.

“Kami menyambut baik rencana Dirjen Bea Cukai untuk memperketat pengawasan di PLB dan KB, terutama karena PLB selama ini disinyalir menjadi jalur masuk barang impor murah, baik legal maupun ilegal. Banyak produk jadi dari negara overproduction masuk dengan mudah ke pasar Indonesia melalui platform e-commerce dan PLB,” kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, Rabu (21/5) di Jakarta.

Menurut Febri, pengawasan ketat terhadap PLB penting dilakukan karena banyak barang impor di sana tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dikenai larangan dan pembatasan (lartas). Dengan pengetatan ini, diharapkan barang impor yang tidak sesuai aturan tidak lagi mengganggu industri dalam negeri.

Ia juga menanggapi pernyataan Dirjen Bea Cukai yang menyebut PLB bertujuan menarik investasi. Menurut Febri, justru keberadaan PLB yang mempermudah masuknya produk jadi impor bisa mengurangi minat investor untuk menanamkan modal di sektor manufaktur dalam negeri. “Kalau barang jadi impor bisa dengan mudah masuk, kenapa mereka harus bangun pabrik di Indonesia?” ujarnya.

Peran dan Tantangan di Kawasan Berikat

Kawasan Berikat (KB) adalah area dengan fasilitas khusus untuk kegiatan ekspor dan pengolahan barang, yang mendapat insentif seperti pembebasan bea masuk dan pajak. Namun, Febri mengungkapkan bahwa ada temuan sejumlah barang dari KB, yang seharusnya untuk ekspor, justru masuk ke pasar domestik.

“Ini tidak adil bagi industri di luar KB yang tidak mendapat fasilitas serupa. Produk dari KB bisa lebih murah karena bahan bakunya bebas bea masuk, lalu dijual di dalam negeri. Ini menekan industri non-KB,” jelasnya.

Masukan serupa juga disampaikan oleh Komisi VII DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada 29 April lalu, yang mendorong agar fungsi KB dikembalikan sebagai kawasan murni untuk kegiatan ekspor.

Langkah Strategis Lindungi Industri Nasional

Untuk menjaga iklim usaha yang sehat dan adil, Kemenperin terus memperkuat kebijakan perlindungan industri nasional, terutama di luar KB. Langkah ini meliputi peningkatan pengawasan barang impor, penerapan SNI wajib, dan penguatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di berbagai sektor strategis.

“Permintaan dalam negeri menyerap sekitar 80 persen dari total produksi industri manufaktur. Ini potensi besar yang harus dijaga agar tidak dikuasai produk impor,” tegas Febri.

Sebagai bagian dari strategi pengendalian impor, Kemenperin juga telah mengusulkan pemindahan pintu masuk impor ke wilayah timur Indonesia—khususnya untuk komoditas yang sudah diproduksi dalam negeri. Usulan pelabuhan meliputi Bitung (Sulawesi Utara) dan Sorong (Papua Barat). Tujuannya adalah memperlambat distribusi barang impor dan memberi ruang bagi produk lokal.

“Kemenperin aktif berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk memperkuat pengawasan impor. Kami ingin menciptakan iklim usaha yang adil bagi industri nasional,” ujar Febri.

Pengetatan pengawasan di PLB dan KB diharapkan akan meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan membantu memenuhi kebutuhan pasar nasional secara optimal. “Kami optimistis, jika kebijakan ini dijalankan dengan baik dan terkoordinasi, industri manufaktur Indonesia akan semakin kuat dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” tutupnya.