(Vibizmedia-Kolom) Pengelolaan air merupakan salah satu isu krusial yang mendapat perhatian besar dari pemerintah Indonesia, mengingat pentingnya air bagi kehidupan, pertanian, industri, dan ekosistem. Oleh karena itu, air bersih harus dikembalikan statusnya sebagai barang publik yang mudah diakses masyarakat dan tidak boleh menjadi komoditas ekonomi yang harganya diserahkan kepada pasar.
Air tanah, yang mencakup sumur dan akuifer (lapisan permukaan tanah yang menyimpan dan mengalirkan air secara signifikan) merupakan salah satu sumber utama air untuk berbagai keperluan, termasuk konsumsi rumah tangga, pertanian, dan industri. Di Indonesia, sekitar 46% dari total kebutuhan air bersih dipenuhi oleh air tanah, disusul mata air menyuplai sekitar 19% dari total kebutuhan air di Indonesia.
Tantangan yang Ada
Meskipun Indonesia memiliki banyak sumber daya air, tantangan dalam mengelola dan memastikan akses masyarakat terhadap air bersih masih ada. Permasalahan utama ketersediaan air bersih ada pada jumlah, cara pengelolaan, dan sumber air. Beberapa permasalahan yang terjadi di Indonesia, adalah:
Akses terbatas
Banyak daerah di Indonesia, terutama di pedesaan, masih kesulitan mendapatkan akses air bersih. Berasal dari sumber air yang tercemar atau tidak aman untuk diminum, akibatnya dapat menimbulkan masalah kesehatan. Akses air ke daerah tertentu membutuhkan beberapa infrastruktur yang memadai dan sesuai dengan kondisi dari sumber air dan wilayah tersebut.
Kualitas air yang buruk
Pencemaran air dari limbah industri, pertanian, dan domestik telah merusak kualitas air di banyak wilayah Indonesia. Kualitas air yang buruk didominasi oleh limbah yang dihasilkan oleh manusia.
Ketidaksetaraan Akses
Terdapat perbedaan yang signifikan antara perkotaan dan pedesaan dalam hal ketersediaan dan akses air bersih. Daerah pedesaan masih mengandalkan sumber air tradisional seperti sumur gali.
Cuaca
Pola curah hujan yang semakin tidak teratur dan tingginya intensitas hujan dalam periode tertentu dapat menyebabkan banjir dan longsor, mengganggu sumber air dan infrastruktur air bersih. Selain itu, kemarau panjang juga dapat menyebabkan kekeringan yang memengaruhi ketersediaan air bersih di sumber tertentu.
Kurangnya Investasi dan Pengelolaan yang Efisien
Sistem distribusi air di banyak daerah tidak memadai dan memerlukan perbaikan yang signifikan. Selain itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan air yang efisien juga menjadi kendala.
Pada tahun 2023, provinsi dengan persentase tertinggi akses air minum layak di Indonesia adalah Provinsi DKI Jakarta, dengan cakupan akses air minum layak mencapai hampir 100% dikarenakan berhasil menyediakan infrastruktur air minum yang baik dan layak bagi mayoritas warganya, termasuk melalui PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dan akses air minum perpipaan. Disusul oleh Provinsi Bali dan Yogyakarta.
Solusi Permasalahan Ketersediaan Air Bersih
Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa air merupakan persoalan yang penting bagi kehidupan manusia dan untuk urusan air harus direncanakan dan dipersiapkan sejak dini. Untuk itu, pemerintah fokus pada manajemen pengelolaan air yang memberikan manfaat bagi masyarakat di Indonesia, beberapa waktu lalu di Semarang Barat dan di Lampung Timur.
Salah satu solusi utama adalah peningkatan infrastruktur air. Pemerintah harus berinvestasi dalam pembangunan dan perbaikan sistem air bersih, terutama di daerah pedesaan. Ini melibatkan pembangunan sumur, pengembangan perpipaan air minum, dan perbaikan instalasi pengolahan air dan pembangunan bendungan/waduk. Jika ini dilakukan secara merata di pedesaan dan perkotaan dapat membantu keberlanjutan kondisi air bersih di Indonesia.
Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga sumber air dan menggunakan air dengan bijak sangat penting. Melalui kampanye edukasi, masyarakat dapat diajari cara mengurangi pencemaran air, menghemat air, dan merawat sumber-sumber air yang ada. Kesadaran masyarakat menjadi faktor terpenting untuk membantu penjagaan terhadap kualitas air, sehingga air yang sudah tersedia di berbagai sumber tertentu dapat tetap dalam kondisi yang berkualitas baik.
Pengelolaan air yang berkelanjutan harus menjadi prioritas. Teknologi seperti sensor pintar untuk pemantauan kualitas air dan sistem informasi geografis (SIG) untuk perencanaan distribusi air dapat membantu mengatasi masalah ketersediaan air. Teknologi saat ini juga biasa digunakan untuk mengetahui dan memantau kualitas air supaya lebih terjaga.
Kesimpulan
Indonesia memiliki sekitar 2,7 triliun meter kubik air per tahun dari curah hujan, sungai, dan sumber air lainnya. Namun, hanya sekitar 20% dari total sumber daya air yang dapat dimanfaatkan secara langsung untuk kebutuhan manusia (rumah tangga, peternakan, perikanan dan irigasi), ungkap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu kepada media. Ketersediaan air bersih sangat bervariasi antar wilayah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua memiliki sumber air yang melimpah, sementara Jawa, yang merupakan pulau dengan populasi terpadat, menghadapi tekanan besar terhadap sumber daya airnya.
Untuk itu, pemerintah harus memperluas jaringan perpipaan air bersih, terutama di daerah pedesaan dan wilayah terpencil yang selama ini belum terjangkau, dengan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta. Membangun instalasi pengolahan air yang memenuhi standar kebersihan dan kesehatan. Penggunaan teknologi baru seperti desalinasi atau pengolahan air limbah juga dapat dipertimbangkan. Pemetaan sumber daya air nasional dan distribusi serta penggunaan air secara jangka panjang, dengan mempertimbangkan cuaca dan pertumbuhan populasi.